Dalam
waktu dekat, negara- negara di kawasan Asia Tenggara akan memasuki fase baru
dalam percaturan perekonomian global. Tepatnya pada 2015 nanti, ASEAN akan
terintegrasi menjadi satu masyarakat ekonomi yang tergabung dalam ASEAN
Economic Community (AEC). Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN Ke-19 yang
diselenggarakan di Bali tanggal 17 November 2011, para pemimpin negara-negara
ASEAN telah merumuskan kesepakatan bersama berupa pencapaian ASEAN Community
yang dimulai dengan penerapan ASEAN Economic Community pada 2015.
ASEAN
economic community (AEC) tahun 2015 merupakan suatu program bagi negara- negara
ASEAN untuk lebih meningkatkan kualitas ekonomi khususnya perdagangan agar
menjadi sebuah akses yang lebih mudah seperti menerapkan penghapusan bea masuk
(Free Trade Area) untuk mewujudkan sebuah single market. Tentunya ini membuat
banyak peluang khususnya bagi Indonesia untuk lebih meningkatkan kualitas
produk- produknya maupun tenaga kerjanya yang profesional dalam memasuki
tantangan ruang lingkup ASEAN community.
Keyakinan
yang sering diutarakan oleh Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa kalau
Indonesia bisa meningkatkan daya saing dan menjadi pemain utama dalam AEC ini
bisa terwujud. Selain itu pemberlakuan ASEAN Economic Community (AEC) sudah
didepan mata. Hatta minta semua daerah potensial di Indonesia, segera
mempersiapkan diri. Hal itu agar Indonesia tak tergerus dalam percaturan
ekonomi regional atau bahkan global.
Hatta juga
berpandangan, dalam menghadapi ASEAN Community pada 2015 mendatang, masalah
pokok yang harus dipecahkan Indonesia adalah meningkatkan daya saing dengan
smua negara Asia Tenggara. Tanpa adanya kemampuan daya saing, Indonesia dengan
status negara terbesar di kawasan ini, jangan hanya menjadi objek ASEAN
Community.
Meskipun
waktu menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN tinggal tiga tahun lagi, tentu banyak
pihak-pihak yang optimistis, menyatakan bahwa meskipun Indonesia dan
negara-negara ASEAN lainnya menyadari dan telah mengantisipasi bahwa 2015 tidak
mungkin semuanya sempurna 100 persen. Sehingga, dalam rangka menuju AEC 2015,
pihak-pihak yang bersangkutan tidak hanya berpikir bagaimana melangkah ke
depan, melainkan juga mengonsolidasikan kekurangan-kekurangan apa yang terjadi
selama ini.
Tentunya
kita juga haruslah optimis dalam menyambut AEC 2015 tersebut, Indonesia
sangatlah punya potensi dan modal yang kuat dalam menyukseskan program
tersebut, karena dengan luasnya geografis negara kita, juga ditunjang dengan
sumber daya alam yang sangat banyak dan juga sumber daya manusia yang mumpuni
Konsep
utama dari AEC atau Masyarakat Ekonomi ASEAN adalah menciptakan ASEAN sebagai
sebuah pasar tunggal dan kesatuan basis produksi dimana terjadi free flow atas
barang, jasa, faktor produksi, investasi dan modal serta penghapusan tarif bagi
perdagangan antar negara ASEAN yang kemudian diharapkan dapat mengurangi
kemiskinan dan kesenjangan ekonomi diantara negara-negara anggotanya melalui
sejumlah kerjasama yang saling menguntungkan. Konsep tersebut diharapkan dapat
membentuk kawasan ini lebih dinamis serta kompetitif dibanding kawasan lainnya
melalui mekanisme dan pengukuran baru.
Dan pada
akhirnya, dengan optimisme kita dan kesiapan seluruh elemen masyarakat
Indonesia baik dari segi SDM dan SDA-nya dalam menyambut ASEAN Economic
Community tahun 2015 dapat menjadikan rakyat Indonesia menjadi sejahtera, pertumbuhan
ekonomi yang didorong dari sektor UMKM terus berkembang, dengan sendirinya
perekonomian rakyat terus meningkat, sehingga pembangunan menjadi merata tidak
terpusat di Pulau Jawa, dengan begitu tingkat kemiskinan bisa terus berkurang.
Yang terpenting sekarang adalah semua daerah harus bersiap untuk
menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) 2015.
Indonesia
sangatlah punya potensi dan modal yang kuat dalam menyukseskan program
tersebut, karena dengan luasnya geografis negara kita, juga ditunjang dengan
sumber daya alam yang sangat banyak dan juga sumber daya manusia yang mumpuni,
sehingga keyakinan kalau Indonesia bisa menjadi meningkatkan daya saing dan
menjadi pemain utama dalam AEC ini bisa terwujud.
Kita
tentu berharap, adanya AEC 2015 akan memicu tumbuhnya pengusaha-pengusaha
yang bukan hanya mampu bersaing di panggung nasional, tetapi juga mampu
bersaing di tataran global. Peluang emas saat ini terpampang di depan mata.
Sangat sayang jika peluang emas tersebut tidak bisa dimanfaatkan oleh Indonesia
Saat ini kota-kota
besar di Indonesia semakin ramai padat kendaraan bermotor. Aktivitas manusia
semakin beragam dan mereka membutuhkan kecepatan mobilitas. Transportasi memang
merupakan faktor utama penunjang kegiatan bisnis. Tanpa transportasi tidak mungkin
manusia mencapai tempat yang dituju. Karena itulah, bisnis transportasi sama
pentingnya dengan bisnis makanan, karena tanpa transportasi maka segala
kegiatan distribusi akan tersendat.
Bisnis transportasi merupakan bisnis yang potensial memberikan keuntungan. Bisnis ini terbagi-bagi berdasarkan jenis dan segmennya. Berdasarkan jenisnya, bisnis transportasi terdiri atas transportasi darat, transportasi laut, dan transportasi udara. Peluang usaha transportasi yang dibahas di sini adalah usaha transportasi darat, karena permodalan dan manajemen usaha transportasi darat dapat dikembangkan mulai dari skala kecil.
Bisnis transportasi darat terbagi lagi atas 4 jenis, yaitu usaha transportasi privat, semi privat, semi umum, dan transportasi umum.
1. Transportasi privat contohnya usaha antar-jemput sekolah ataupun karyawan. Usaha transportasi antar-jemput semacam ini dapat dikendalikan sendiri dan memiliki tingkat kepastian usaha yang tinggi, karena konsumen jasa antar-jemput biasanya adalah para langganan yang membayar bulanan, seperti halnya usaha rental atau rumah kos-kosan. Dalam jangka waktu 1 bulan Anda sudah pasti mendapat pemasukan.
Dalam bisnis transportasi privat seperti ini, Anda harus mempunyai kenalan dengan instansi-instansi yang mau menyewa jasa Anda secara tetap, sebagai langganan. Misalnya, orang dalam perusahaan atau sekolah. Yang Anda jual adalah kepercayaan. Jika Anda sudah punya jaringan orang dalam, tentu Anda akan merasa mudah menjalaninya. Namun bagaimana jika tidak ada satupun yang merekomendasikan Anda? Jasa transportasi yang digunakan oleh suatu instansi biasanya adalah jasa transportasi yang sudah dikenal kompetensi dan tanggungjawabnya. Untuk memulai bisnis ini, kenalan orang dalam menjadi syarat mutlak.
2. Usaha transportasi berikutnya adalah transportasi yang sifatnya semi privat, yaitu usaha rental mobil. Pada usaha ini, mobil yang sedang disewa tidak bisa disewa orang lain. Tarif standar minimalnya sekarang ini adalah Rp500.000,- per hari. Tapi dalam menjalankan bisnis sewa mobil ini, Anda perlu pintar-pintar mengontrol kebijakan penggunaan mobil. Perjanjian rentalnya harus jelas dan harus hitam di atas putih untuk menghindari masalah misalnya mobil dibawa kabur oleh penyewa. Atau dengan cara lain, misalnya dengan menyewakan mobil satu paket beserta sopirnya.
3. Usaha transportasi yang ke tiga adalah transportasi semi umum. Yang dimaksud di sini adalah bisnis travel. Bisnis travel ada dua jenis, yaitu travelkonvensional dan travel point to point. Pada travel konvensional, penumpang dijemput di suatu tempat dan diantar sampai ke tempat tujuannya. Keunggulan bisnis travel jenis ini adalah dalam hal pelayanan. Penumpang yang tidak tahu lokasi tujuan, tidak perlu khawatir akan tersasar, karena sopirnya sudah terlatih. Pelanggan pun akan sampai di tempat tujuan dengan perjalanan sekali tempuh. Travel jenis ini biasanya untuk perjalanan antarkota atau antarpulau. Travel jenis ini biasanya ramai pada hari-hari libur, sedangkan penumpang pada hari kerja biasanya sedikit.
Bisnis travel selanjutnya adalah point to point. Travel jenis ini adalah travel yang menawarkan jasa antar penumpang dari satu tempat pemberhentian tertentu ke tempat pemberhentian lain di kota lain. Jasa travel jenis ini mempunyai keunggulan terutama dari segi ketepatan waktu. Penumpang atau konsumen jasa travel semacam ini biasanya warga komuter yang mobilitasnya mingguan, tapi ada juga yang menggunakan jasa ini setiap hari. Sasaran penumpang bisnis travel ini adalah karyawan dan mahasiswa/pelajar.
4. Bisnis transportasi selanjutnya adalah transportasi umum, berplat kuning. Bisnis transportasi kendaraan umum memiliki trayek tertentu yang harus mempunyai izin pemerintah. Kendaraan telah ditentukan untuk hanya dapat melewati jalan-jalan tertentu dengan tarif yang juga sudah ditentukan oleh pemerintah. Bisnis seperti ini terbagi menjadi dua, yaitu kendaraan dalam kota dan antarkota. Kendaraan bertrayek dalam kota hanya beroperasi di satu kota, sedangkan transportasi umum antarkota misalnya seperti bus antarkota antar propinsi (AKAP). Bisnis ini mempunyai keuntungan yang sangat sedikit karena tarifnya tidak bisa ditentukan sendiri. Selain itu masyarakat yang menggunakannya adalah masyarakat yang sangat sensitif terhadap kenaikan tarif. Di pihak lain, kenaikan tarif yang ditentukan pemerintah biasanya berhubungan langsung dengan kenaikan harga BBM. Namun kelebihannya bisnis ini biasanya bertahan dalam jangka waktu lama.
Nah, setelah Anda mengetahui jenis-jenis bisnis transportasi, sekarang giliran Anda menentukan pilihan. Satu hal yang harus diperhatikan dalam bisnis ini adalah bahwa kendaraan Anda harus senantiasa dirawat, dan perawatan kendaraan ini agaknya akan memakan biaya yang cukup tinggi dibanding biaya lainnya. Selain kendaraan, untuk memaksimalkan layanan Anda terhadap pelanggan, Anda juga harus merekrut supir-supir yang terlatih dan dapat dipercaya. (dari berbagai sumber)
Bisnis transportasi merupakan bisnis yang potensial memberikan keuntungan. Bisnis ini terbagi-bagi berdasarkan jenis dan segmennya. Berdasarkan jenisnya, bisnis transportasi terdiri atas transportasi darat, transportasi laut, dan transportasi udara. Peluang usaha transportasi yang dibahas di sini adalah usaha transportasi darat, karena permodalan dan manajemen usaha transportasi darat dapat dikembangkan mulai dari skala kecil.
Bisnis transportasi darat terbagi lagi atas 4 jenis, yaitu usaha transportasi privat, semi privat, semi umum, dan transportasi umum.
1. Transportasi privat contohnya usaha antar-jemput sekolah ataupun karyawan. Usaha transportasi antar-jemput semacam ini dapat dikendalikan sendiri dan memiliki tingkat kepastian usaha yang tinggi, karena konsumen jasa antar-jemput biasanya adalah para langganan yang membayar bulanan, seperti halnya usaha rental atau rumah kos-kosan. Dalam jangka waktu 1 bulan Anda sudah pasti mendapat pemasukan.
Dalam bisnis transportasi privat seperti ini, Anda harus mempunyai kenalan dengan instansi-instansi yang mau menyewa jasa Anda secara tetap, sebagai langganan. Misalnya, orang dalam perusahaan atau sekolah. Yang Anda jual adalah kepercayaan. Jika Anda sudah punya jaringan orang dalam, tentu Anda akan merasa mudah menjalaninya. Namun bagaimana jika tidak ada satupun yang merekomendasikan Anda? Jasa transportasi yang digunakan oleh suatu instansi biasanya adalah jasa transportasi yang sudah dikenal kompetensi dan tanggungjawabnya. Untuk memulai bisnis ini, kenalan orang dalam menjadi syarat mutlak.
2. Usaha transportasi berikutnya adalah transportasi yang sifatnya semi privat, yaitu usaha rental mobil. Pada usaha ini, mobil yang sedang disewa tidak bisa disewa orang lain. Tarif standar minimalnya sekarang ini adalah Rp500.000,- per hari. Tapi dalam menjalankan bisnis sewa mobil ini, Anda perlu pintar-pintar mengontrol kebijakan penggunaan mobil. Perjanjian rentalnya harus jelas dan harus hitam di atas putih untuk menghindari masalah misalnya mobil dibawa kabur oleh penyewa. Atau dengan cara lain, misalnya dengan menyewakan mobil satu paket beserta sopirnya.
3. Usaha transportasi yang ke tiga adalah transportasi semi umum. Yang dimaksud di sini adalah bisnis travel. Bisnis travel ada dua jenis, yaitu travelkonvensional dan travel point to point. Pada travel konvensional, penumpang dijemput di suatu tempat dan diantar sampai ke tempat tujuannya. Keunggulan bisnis travel jenis ini adalah dalam hal pelayanan. Penumpang yang tidak tahu lokasi tujuan, tidak perlu khawatir akan tersasar, karena sopirnya sudah terlatih. Pelanggan pun akan sampai di tempat tujuan dengan perjalanan sekali tempuh. Travel jenis ini biasanya untuk perjalanan antarkota atau antarpulau. Travel jenis ini biasanya ramai pada hari-hari libur, sedangkan penumpang pada hari kerja biasanya sedikit.
Bisnis travel selanjutnya adalah point to point. Travel jenis ini adalah travel yang menawarkan jasa antar penumpang dari satu tempat pemberhentian tertentu ke tempat pemberhentian lain di kota lain. Jasa travel jenis ini mempunyai keunggulan terutama dari segi ketepatan waktu. Penumpang atau konsumen jasa travel semacam ini biasanya warga komuter yang mobilitasnya mingguan, tapi ada juga yang menggunakan jasa ini setiap hari. Sasaran penumpang bisnis travel ini adalah karyawan dan mahasiswa/pelajar.
4. Bisnis transportasi selanjutnya adalah transportasi umum, berplat kuning. Bisnis transportasi kendaraan umum memiliki trayek tertentu yang harus mempunyai izin pemerintah. Kendaraan telah ditentukan untuk hanya dapat melewati jalan-jalan tertentu dengan tarif yang juga sudah ditentukan oleh pemerintah. Bisnis seperti ini terbagi menjadi dua, yaitu kendaraan dalam kota dan antarkota. Kendaraan bertrayek dalam kota hanya beroperasi di satu kota, sedangkan transportasi umum antarkota misalnya seperti bus antarkota antar propinsi (AKAP). Bisnis ini mempunyai keuntungan yang sangat sedikit karena tarifnya tidak bisa ditentukan sendiri. Selain itu masyarakat yang menggunakannya adalah masyarakat yang sangat sensitif terhadap kenaikan tarif. Di pihak lain, kenaikan tarif yang ditentukan pemerintah biasanya berhubungan langsung dengan kenaikan harga BBM. Namun kelebihannya bisnis ini biasanya bertahan dalam jangka waktu lama.
Nah, setelah Anda mengetahui jenis-jenis bisnis transportasi, sekarang giliran Anda menentukan pilihan. Satu hal yang harus diperhatikan dalam bisnis ini adalah bahwa kendaraan Anda harus senantiasa dirawat, dan perawatan kendaraan ini agaknya akan memakan biaya yang cukup tinggi dibanding biaya lainnya. Selain kendaraan, untuk memaksimalkan layanan Anda terhadap pelanggan, Anda juga harus merekrut supir-supir yang terlatih dan dapat dipercaya. (dari berbagai sumber)
Kebijakan Perdagangan Indonesia(2009-2014)
Indonesia dengan posisinya sebagai salah satu negara ASEAN yang berpotensi
besar dalam keberhasilan Perdagangan Bebas Regional. Dinamika faktual domestik
dalam menjalankan bisnis diIndonesia (Doing Business 2008, World Bank) seperti
buruknya infrastruktur, ketidakefisienan birokrasi, keterbatasan akses
pendanaan, inkonsistensi kebijakan, peraturan tenaga kerja yang restriktif[16] menjadikannya
sebagai negara yang kompleks.
Krisis ekonomi global yang bermula di Amerika Serikat telah
menimbulkan berbagai tantangan dan kesulitan bagi negara berkembang termasuk
Indonesia. Meskipun demikian, Perekonomian Indonesia menunjukan daya
tahan yang cukup baik di dalam menghadapi imbas turbulensi ekonomi global. Pada
paruh pertama 2008, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 6 persen dan inflasi
berhasil ditekan hingga dua digit.[17] Ancaman
krisis ekonomi global tersebut pada dasarnya akan mendorong negara-negara untuk
lebih memperhatikan kepentingan masing-masing negara. Selain itu munculnya
kekuatan ekonomi baru Asia yaitu China dan India juga turut menjadi rival
bagi negara-negara ASEAN dalam sektor ekonomi khusunya penarikan investasi dan
strategi perdagangan. Indonesia dalam konteks ini berupaya memperbaiki
dunia usaha dengan kebijakan pemerintah yang menyetujui agenda
pro-bisnis, seperti reformasi undang-undang Pajak Penghasilan pada tahun 2009.
Tindakan ini perlu dilakukan sebagai upaya kongkrit untuk memberi ruang bisnis
lebih kondusif bagi pelaku bisnis di dalam negeri termasuk dengan tidak
mempercepat liberalisasi perdagangan.
Secara terperinci maka berikut ini dijabarkan butir-butir Pemikiran
Perdagangan Indonesia yang dihasilkan pada Rapat Koordinasi Nasional KADIN 2008
dalam rangka pengembangan sektor perdagangan dan daya saing Indonesia di masa
mendatang khususnya untuk tahun 2009-2014: pertama, meningkatkan daya saing perekonomian
nasional. Peningkatan daya saing perlu mendapat perhatian lebih serius dari
pemerintah dan dunia usaha, terutama dalam menghadapi peningkatan kompetisi di
masa-masa mendatang. Kedua, keberpihakan pada kepentingan nasional. Ruang
gerak bagi perusahaan nasional cenderung semakin sempit sejalan dengan
peningkatan kompetisi dan semakin banyaknya pesaing global di pasar Indonesia. Ketiga, memperlambat
laju liberalisasi perdagangan. Percepatan laju liberalisasi perdagangan pada
beberapa dasawarsa terakhir telah membuat sebagian pelaku usaha dan produk
Indonesia relatif terengah-engah untuk bersaing dengan kompetitor global. Perlu
diberikan kesempatan selama periode tertentu bagi pelaku usaha Indonesia,
khususnya menghadapi ancaman krisis ekonomi global, untuk menata diri dan
meningkatkan daya saingnya. Keempat, meningkatkan penggunaan produk indonesia.
Berbagai kebijakan pemerintah serta langkah bersama dunia usaha dan masyarakat
terbukti efektif untuk meningkatkan penggunaan dan kegemaran pada produk
Indonesia. Kelima, meningkatkan promosi ekspor terpadu.
Diperlukan keterpaduan promosi untuk meningkatkan ekspor Indonesia, baik dari
segi penyelenggaraan maupun program. Keenam, meningkatkan kiprah ekspor UKM. Penyediaan
fasilitas, program pelatihan dan pendanaan bagi usaha berskala kecil dan
menengah perlu terus ditingkatkan, khususnya kiprah UKM dalam perdagangan
internasional. Ketujuh, menata
sistem perdagangan nasional. Perubahan peta kompetisi dan aturan main
perdagangan dunia menuntut penataan menyeluruh atas sistem perdagangan
Indonesia, termasuk di dalamnya menuntaskan RUU Perdagangan yang masih tertunda
penyelesaiannya untuk memberi pedoman usaha perdagangan lebih jelas dan
menghasilkan nilai tambah bagi peningkatan kesejahteraan bangsa. Kedelapan,
Membangun Sinergi Peran perdagangan dalam perekonomian nasional semakin penting
dan membutuhkan keterpaduan langkah dari segenap pihak terkait. Diperlukan
sinergi pemerintah dan dunia usaha untuk mendorong peningkatan kontribusi
perdagangan dalam pembangunan nasional.[18]
Indonesia dan Perdagangan Bebas ASEAN
Era globalisasi saat ini merupakan momentum yang strategis bagi
bangsa Indonesia melakukan upaya untuk mensiasati perdagangan bebas dengan anti
dumping dan kebijakan non tarif lainnya serta melaksanakan kebijakan tarif yang
yang pro perusahaan skala UKM (Usaha Kecil Menengah) dan memperhatikan penyerapan
tenaga kerja di dalam negeri.[19]
‘Nasionalisme dalam Perdagangan Bebas’ adalah tema yang diangkat pada
Rakornas KADIN 2008. Memantapkan langkah Indonesia untuk semakin percaya diri
dengan perdagangan bebas dan konsisten dengan nasionalisme. Butir-butir
pemikiran sebagai arahan kerja perdaganganpun memuat hal ini. Indonesia
berada pada barisan optimis bahwa mampu memanfaatkan peluang keuntungan
perdagangan bebas dengan upaya empowerment produk
domestik danencourage perusahaan
Indonesia agar dapat bersaing di pasar domestik dan global. Dukungan atas
orientasi Indoenesia dalam pengembangan perdagangan bebas ini tercantum
dalam visi dan misi ASEAN Economic Communiuty dinas perdagangan republik
indonesia yaitu :
Memperkuat dan meningkatkan
kerjasama ekonomi, perdagangan dan investasi diantara para Pihak;
Meliberalisasikan secara progresif dan meningkatkan perdagangan barang dan jasa
serta menciptakan suatu rezim investasi yang transparan, liberal dan mudah;
Menggali bidang-bidang baru dan langkah-langkah pengembangan yang tepat untuk
kerjasama ekonomi yang lebih erat diantara para Pihak; dan Memfasilitasi
integrasi ekonomi yang lebih efektif dari negara-egara Anggota ASEAN yang baru,
dan menjembatani perbedaan pembangunan diantara para Pihak.
Kepercayaan diri Indonesia
melalui kebijakan-kebijakan yang pro terhadap kerjasama ekonomi ASEAN tersebut
didasrkan pada sejumlah potensi Indonesia yang dapat menunjang kepentingan
ekonomi Indonesia. Diantaranya, dengan Jumlah penduduk Indonesia yang sangat
besar dan sebagai negara kepulauan yang sangat luas menjadikan Indonesia
sebagai pasar yang sangat besar dan potensial bagi produk-produk dalam dan luar
negeri. Indonesia juga dikenal sebagai negara pengekspor berbagai bahan mentah,
barang jadi maupun barang konsumsi ke mancanegara. Selain itu,faktor rentang
geografis wilayah Indonesia yang sangat luas dan terdiri dari ribuan pulau,
sehingga faktor distribusi dan perdagangan dalam negeri menjadi sangat penting,
disamping itu aspek perdagangan internasional juga perlu mendapat perhatian
utama sebagai penghasil devisa.
Memperhatikan keanggotaan
Indonesia pada pasar bebas di ASEAN merupakan momentum yang tepat.
Restrukturisasi arah dan kebijakan perekonomian dengan bertumpu pada pasar
dalam negeri dan potensi sumber daya alam nasional untuk menjawab tantangan
global dapat dijalankan. Indonesia tidak boleh kehilangan momentum untuk
bangkit ke pentas perekonomian dunia sebagai salah satu negara yang layak untuk
diperhitungkan.
Singapura dan ASEAN Free Trade Area[20]
Singapura merupakan salah satu
negara Asia Tenggara yang juga merupakan negara anggota ASEAN. Jika
dilihat dari ukuran geografisnya, Singapura adalah negara yang kecil. Begitu
pula dengan sumber daya alamnya, Singapura merupakan negara yang sangat minim
sumber daya alam. Bahkan untuk pasokan air pun harus mengimpor dari Malaysia
dan Indonesia. Akan tetapi, apabila diukur dari ekonominya, maka
Singapura bukan merupakan negara yang dapat dipandang sebelah mata.
Dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN lainnya, Singapura menjadi
negara yang memiliki tingkat perekonomian yang tinggi.
Menyadari akan minimnya sumber daya alam yang dimiliki, Singapura
memaksimalkan potensi pengelolaan perkonomiannya melalui perdagangan.
Perekonomian singapura diarahkan untuk menguasai pasar luar negeri, menarik sebanyak mungkin investasi asing,
dan mencetak tenaga trampil untuk
untuk mendukung potensi pasarnya. Singapura memperkirakan pertumbuhan ekonomi
2010 mencapai 9%, melesat jika dibandingkan dengan kontrak 2 % per tahun.[21]
Dalam menanggapi kesepakan ASEAN Free Trade Area, Singapura menjadi
negara ASEAN yang paling siap menghadapi perdagangan bebas tersebut. Hal ini
disebabkan karena perekonomian Singapura yang sangat tinggi. Selain itu juga,
Singapura telah mempunyai 14 hubungan bilateral dan multilateral yang telah
dituangkan dalam persetujuan dagang bersaing dengan negara-negara seperti Cina
dan Norwegia.[22] Tidak
hanya itu, dalam tantangan menghadapi pasar bebas ASEAN-Cina pun, Singapura
lagi-lagi tidak memiliki kekhawatiran yang begitu besar seperti negara anggota
ASEAN lainnya. Ketidakhawatiran ini lantaran volume ekspor Singapura lebih
besar ketimbang ketergantungan mereka terhadap produk asal Cina.[23] Jadi
tidak ada kekhawatiran dalam benak Singapura.
Free trade area sejatinya bukan
merupakan hambatan bagi Singapura dalam meningkatkan pertumbuhan ekonominya.
Free trade area justru merupakan peluang besar bagi Singapura, lihat saja
betapa agresifnya Singapura menyetujui kesepakatan ini. Singapura sebagai
zerro tariff country mendapatkan banyak keuntungan dengan adanya kesepakatan
tersebut. Menurut Singapura, dengan adanya pasar bebas, maka negara-negara ASEAN
akan membawa dampak positif dimana setiap negara mampu bersaing dengan maksimal
dalam pasar bebas ini. Selain itu pasar bebas juga mampu mengundang
investor-investor asing untuk menanamkan modalnya di negara-negara ASEAN. Dan
hal ini dapat terwujud apabila negara tersebut mampu bersaing dan memanfaatkan
peluang ini dengan sebaik-baiknya.Pasar bebas juga berdampak positif bagi
konsumen. Konsumen akan semakin kritis untuk memilih suatu produk, sehingga
produsen pun akan selalu melakukan peningkatan kualitas produknya. Dampaknya
akan sangat positif bagi konsumen.
Pasar bebas menciptakan market
creation di mana barang dan jasa yang tidak efisien dalam suatu pasar
digantikan oleh barang dan jasa yang lebih efisien melalui mekanisme impor. Hal
tersebut akan mendorong pelaku pasar domestik untuk bertindak efisien dalam
berproduksi, sehingga mewujudkan daya saing produk melalui variabel harga dan
variabel produk (kualitas) yang mampu bersaing dengan produk impor lainnya.
Dari sudut pandang konsumen, pasar bebas menjanjikan keuntungan. Konsumen dapat
menentukan pilihan dengan membeli barang yang murah dan berkualitas.
Singapura memandang dengan adanya
Free trade ini negara-negara akan bersaing dengan maksimal. Negara-negara ASEAN
yang mungkin selama ini belum mampu memainkan peranannya secara maksimal, maka
dengan adanya Free trade ini diharapkan mampu maksimal. Selain itu juga mampu
bercermin pada negara yang sudah mapan secara ekonomi. Karena memang pada
dasarnya Free trade area lebih menguntungkan negara yang perekonomiannya telah
mapan seperti Singapura. Dan hal ini tentunya dapat menjadi motivasi
negara-negara lain untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya sehingga mampu
bersaing dalam perdagangan internasional.
Berbagai dampak positif tersebut
menunjukkan bahwa tidak ada alasan bagi negara-negara ASEAN untuk menolak
kesepakatan Free Trade Are, terlebih bagi Singapura yang secara persiapan lebih
siap dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN lainnya.
Posisi Indonesia dalam ASEAN Economic Community 2015 (VOE, edisi agustus)
ASEAN Economic
Community (AEC) adalah
salah satu dari 3 pilar konsep ASEAN Integration yang telah disetujui bersama
oleh Kepala Negara dari 10 negara anggota ASEAN dalam pertemuan di Bali tahun
2003 yang dikukuhkan lewat Declaration of ASEAN Concord II atau yang dikenal
dengan BALI Concord II. Konsep utama dari AEC adalah menciptakan ASEAN sebagai
sebuah pasar tunggal dan kesatuan basis produksi dimana terjadi free flow atas
barang, jasa, factor produksi, investasi dan modal serta penghapusan tarif bagi
perdagangan antar negara ASEAN yang kemudian diharapkan dapat mengurangi
kemiskinan dan kesenjangan ekonomi diantara negara-negara anggotanya melalui
sejumlah kerjasama yang saling menguntungkan .
Melalui terwujudnya AEC, yang utama posisi tawar ASEAN di perekonomian global menjadi lebih kuat. Kemudian kesempaatan lainnya yang melihat dari tujuan AEC yang dideklarasikan melalui Bali Concord II yaitu terciptanya wilayah ekonomi ASEAN yang stabil, makmur, dan sangat kompetitif dimana terjadi aliran bebas atas barang, jasa, investasi dan modal, pembangunan ekonomi yang merata dan mengurangi kesenjangan sosial ekonomi di tahun 2020 .
Melalui free flow of investment, masalah ketidakseimbangan pendanaan di Negara-negara ASEAN diharapkan teratasi, dengan menguatnya posisi tawar ASEAN sebagai sebuah komunitas ekonomi yang terintegrasi diharapkan investasi asing langsung (FDI) akan tersalurkan ke ASEAN dimana semua anggotanya dapat merasakan manfaat dana tersebut tidak hanya sebagian negara saja jika masing-masing bergerak sendiri mengatasnamakan negara masing-masing. Dalam hal ini yang diuntungkan adalah Negara-negara berkembang dan tentunya Negara miskin di dalam ASEAN karena selama ini ASEAN dilihat dari sisi ekonomi terbagi seolah dalam beberapa kelompok 1)Negara yang mengalami “Significantly transformed economies” yang bisa disejajarkan dengan Negara maju yaitu Singapura, 2)Negara dengan “Emerging Economies” yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan VietNam, dan 3) Negara yang termasuk ke dalam “poorest nations” di dunia seperti Laos, Myanmar dan Kamboja .
Dalam hal merebut FDI yang masuk ke ASEAN sebagai sebuah komunitas ekonomi terintegrasi nantinya, Indonesia harus mau dan mampu membenahi sistem hukum dan peraturan terkait penanaman modal asing dan factor-faktor lain yang menjadi pertimbangan bagi investor. Faktor keamanan nasional dan jaminan akan iklim usaha dan perlindungan bagi dana investor yang masuk. Permasalahan yang masih muncul dalam penanaman FDI ke sejumlah Negara ASEAN adalah karena terkendala faktor national law yang lebih banyak melindungi investor lokal. Indonesia menghadapi dilema tentang hal ini, dimana dalam negeri menuntut lebih diberinya kesempatan investor dalam negeri atas nama nasionalisme sedangkan kebutuhan akan FDI dan komitmen akan AEC juga perlu dijalankan. UU penanaman Modal Asing di Indonesia masih dianggap belum “mengundang” bagi investor asing sedangkan di dalam negeri UU ini dianggap telah merugikan pelaku usaha nasional dan mengabaikan peran pemerintah dalam melindungi asset bangsa.
Dengan memanfaatkan aliran bebas dalam barang, tenaga kerja, modal yang diiringi dengan teknologi, melalui konsep AEC ini idealnya akan terjadi transfer keahlian dan teknologi dari ‘brand leader” di ASEAN kepada perusahaan lokal di Negara-negara anggota yang masih tertinggal di bidang perekonomian untuk memperbaiki budaya usaha dan meningkatkan kapasitas serta kualitas produksi.
Tantangan dalam terwujudnya aliran bebas barang dan jasa dalam AEC adalah karena masih berlakunya tariff perdagangan antar Negara ASEAN meskipun 6 negara ASEAN termasuk Indonesia telah sepakat secara nyata mengurangi tariff perdagangan didalam ASEAN untuk sejumlah barang yang termasuk kedalam Inclusion List (IL) hingga menjadi maximum hanya 5%. Table berikut memuat daftar tariff perdagangan sejumlah Negara ASEAN untuk perdagangan intra-regional
Harapan dengan terwujudnya zero trade tariff di AEC adalah terbentuk pasar tunggal ASEAN yang potensial, hal ini akan sangat berguna seperti masa sekarang saat demand dari Amerika dan eropa sedang turun terhadap produk ekspor Negara Asia dan ASEAN seperti Indonesia. ASEAN memiliki keunggulan jika memang dapaat terbentuk sebuah single market yang kuat, karena ASEAN sebenarnya memiliki market fragmentation yang lebih luas daripada China .
Hal lain yang menjadi tantangan bagi aliran bebas barang adalah adanya ketidaksamaan kualitas barang produksi dan peraturan teknik di industry masing-masing Negara. Demi terwujudnya pemerataan kualitas produksi maka ASEAN coordinating Committee on Standards and Quality (ACCSQ) telah bekerja dalam memastikan bahwa Negara-negara di ASEAN mulai memperbaiki kualitas proses produksi dan hasil produksi agar setara dan dapat sama-sama bersaing dalam pasar global serta terjadi arus barang yang saling menguntungkan dalam pasar intra-regional ASEAN . Keuntungan bagi Indonesia adalah adanya standar kualitas di ASEAN membuat produsen local Indonesia menjadi terpacu untuk memperbaiki kualitas sehingga produknya lebih baik dan lebih berdaya saing keluar.
Tantangan bagi Indonesia dalam AEC diantaranya ketidaksiapan kebijakan ekonomi yang mendukung, undang-undang dan tenaga kerja serta pelaku dunia usaha tanah air yang belum siap secara kualitas dalam meraih kesempatan yang ada dan bersaing head-to-head bersaing dengan negara lain dengan kondisi perekonomian yang lebih kuat dibanding Indonesia.
Kekhawatiran yang ditakutkan dari AEC adalah nantinya Indonesia akan banyak diserang oleh tenaga kerja-tenaga kerja asing yang lebih berkualitas, modal asing yang berlebihan sumbangannya bagi perekonomian atau masuknya produk-produk asing yang lebih murah dengan kualitas lebih baik sedangkan kondisi di dalam negeri tenaga kerja kita masih banyak yang bekum terdidik dan terlatih, usaha local lemah dipermodalan dan kualitas pengelolaan usaha dan produk dalam negeri kalah bersaing, sehingga akibatnya kita tidak akan bisa mewujudkan mimpi menjadi “tuan di negeri sendiri”.
Permasalahan yang juga kemudian muncul dari AEC ini adalah kemungkinan adanya national interest yang lebih diutamakan dalam proses penyatuan ini, sehingga akan ada pendahuluan kepentingan masing-masing Negara dibandingkan kepentingan bersama yang disepakati demi kemajuan komunitas.
ASEAN Economic Community 2015 dimana Indonesia berkomitmen penuh untuk mewujudkannya bersama dengan sejumlah Negara anggota ASEAN lainnya telah menyediakan konsep yang member kesempatan bagi semua anggotanya dalam mengambil benefit termasuk bagi Indonesia, yang diperlukan adalah bagaimana Indonesia sebagai bagian dari komunitas ASEAN berusaha mempersiapkan kualitas diri untuk dapat mengambil kesempatan tersebut dan bersaing dengan Negara tetangga di ASEAN sehingga ketakutan akan “kalah bersaing” di negeri sendiri akibat terbentuknya AEC tidak terjadi.
Melalui terwujudnya AEC, yang utama posisi tawar ASEAN di perekonomian global menjadi lebih kuat. Kemudian kesempaatan lainnya yang melihat dari tujuan AEC yang dideklarasikan melalui Bali Concord II yaitu terciptanya wilayah ekonomi ASEAN yang stabil, makmur, dan sangat kompetitif dimana terjadi aliran bebas atas barang, jasa, investasi dan modal, pembangunan ekonomi yang merata dan mengurangi kesenjangan sosial ekonomi di tahun 2020 .
Melalui free flow of investment, masalah ketidakseimbangan pendanaan di Negara-negara ASEAN diharapkan teratasi, dengan menguatnya posisi tawar ASEAN sebagai sebuah komunitas ekonomi yang terintegrasi diharapkan investasi asing langsung (FDI) akan tersalurkan ke ASEAN dimana semua anggotanya dapat merasakan manfaat dana tersebut tidak hanya sebagian negara saja jika masing-masing bergerak sendiri mengatasnamakan negara masing-masing. Dalam hal ini yang diuntungkan adalah Negara-negara berkembang dan tentunya Negara miskin di dalam ASEAN karena selama ini ASEAN dilihat dari sisi ekonomi terbagi seolah dalam beberapa kelompok 1)Negara yang mengalami “Significantly transformed economies” yang bisa disejajarkan dengan Negara maju yaitu Singapura, 2)Negara dengan “Emerging Economies” yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan VietNam, dan 3) Negara yang termasuk ke dalam “poorest nations” di dunia seperti Laos, Myanmar dan Kamboja .
Dalam hal merebut FDI yang masuk ke ASEAN sebagai sebuah komunitas ekonomi terintegrasi nantinya, Indonesia harus mau dan mampu membenahi sistem hukum dan peraturan terkait penanaman modal asing dan factor-faktor lain yang menjadi pertimbangan bagi investor. Faktor keamanan nasional dan jaminan akan iklim usaha dan perlindungan bagi dana investor yang masuk. Permasalahan yang masih muncul dalam penanaman FDI ke sejumlah Negara ASEAN adalah karena terkendala faktor national law yang lebih banyak melindungi investor lokal. Indonesia menghadapi dilema tentang hal ini, dimana dalam negeri menuntut lebih diberinya kesempatan investor dalam negeri atas nama nasionalisme sedangkan kebutuhan akan FDI dan komitmen akan AEC juga perlu dijalankan. UU penanaman Modal Asing di Indonesia masih dianggap belum “mengundang” bagi investor asing sedangkan di dalam negeri UU ini dianggap telah merugikan pelaku usaha nasional dan mengabaikan peran pemerintah dalam melindungi asset bangsa.
Dengan memanfaatkan aliran bebas dalam barang, tenaga kerja, modal yang diiringi dengan teknologi, melalui konsep AEC ini idealnya akan terjadi transfer keahlian dan teknologi dari ‘brand leader” di ASEAN kepada perusahaan lokal di Negara-negara anggota yang masih tertinggal di bidang perekonomian untuk memperbaiki budaya usaha dan meningkatkan kapasitas serta kualitas produksi.
Tantangan dalam terwujudnya aliran bebas barang dan jasa dalam AEC adalah karena masih berlakunya tariff perdagangan antar Negara ASEAN meskipun 6 negara ASEAN termasuk Indonesia telah sepakat secara nyata mengurangi tariff perdagangan didalam ASEAN untuk sejumlah barang yang termasuk kedalam Inclusion List (IL) hingga menjadi maximum hanya 5%. Table berikut memuat daftar tariff perdagangan sejumlah Negara ASEAN untuk perdagangan intra-regional
Harapan dengan terwujudnya zero trade tariff di AEC adalah terbentuk pasar tunggal ASEAN yang potensial, hal ini akan sangat berguna seperti masa sekarang saat demand dari Amerika dan eropa sedang turun terhadap produk ekspor Negara Asia dan ASEAN seperti Indonesia. ASEAN memiliki keunggulan jika memang dapaat terbentuk sebuah single market yang kuat, karena ASEAN sebenarnya memiliki market fragmentation yang lebih luas daripada China .
Hal lain yang menjadi tantangan bagi aliran bebas barang adalah adanya ketidaksamaan kualitas barang produksi dan peraturan teknik di industry masing-masing Negara. Demi terwujudnya pemerataan kualitas produksi maka ASEAN coordinating Committee on Standards and Quality (ACCSQ) telah bekerja dalam memastikan bahwa Negara-negara di ASEAN mulai memperbaiki kualitas proses produksi dan hasil produksi agar setara dan dapat sama-sama bersaing dalam pasar global serta terjadi arus barang yang saling menguntungkan dalam pasar intra-regional ASEAN . Keuntungan bagi Indonesia adalah adanya standar kualitas di ASEAN membuat produsen local Indonesia menjadi terpacu untuk memperbaiki kualitas sehingga produknya lebih baik dan lebih berdaya saing keluar.
Tantangan bagi Indonesia dalam AEC diantaranya ketidaksiapan kebijakan ekonomi yang mendukung, undang-undang dan tenaga kerja serta pelaku dunia usaha tanah air yang belum siap secara kualitas dalam meraih kesempatan yang ada dan bersaing head-to-head bersaing dengan negara lain dengan kondisi perekonomian yang lebih kuat dibanding Indonesia.
Kekhawatiran yang ditakutkan dari AEC adalah nantinya Indonesia akan banyak diserang oleh tenaga kerja-tenaga kerja asing yang lebih berkualitas, modal asing yang berlebihan sumbangannya bagi perekonomian atau masuknya produk-produk asing yang lebih murah dengan kualitas lebih baik sedangkan kondisi di dalam negeri tenaga kerja kita masih banyak yang bekum terdidik dan terlatih, usaha local lemah dipermodalan dan kualitas pengelolaan usaha dan produk dalam negeri kalah bersaing, sehingga akibatnya kita tidak akan bisa mewujudkan mimpi menjadi “tuan di negeri sendiri”.
Permasalahan yang juga kemudian muncul dari AEC ini adalah kemungkinan adanya national interest yang lebih diutamakan dalam proses penyatuan ini, sehingga akan ada pendahuluan kepentingan masing-masing Negara dibandingkan kepentingan bersama yang disepakati demi kemajuan komunitas.
ASEAN Economic Community 2015 dimana Indonesia berkomitmen penuh untuk mewujudkannya bersama dengan sejumlah Negara anggota ASEAN lainnya telah menyediakan konsep yang member kesempatan bagi semua anggotanya dalam mengambil benefit termasuk bagi Indonesia, yang diperlukan adalah bagaimana Indonesia sebagai bagian dari komunitas ASEAN berusaha mempersiapkan kualitas diri untuk dapat mengambil kesempatan tersebut dan bersaing dengan Negara tetangga di ASEAN sehingga ketakutan akan “kalah bersaing” di negeri sendiri akibat terbentuknya AEC tidak terjadi.
12TuesdayMar 2013
Indonesia boleh saja berbangga dengan pertumbuhan ekonomi
yang terbilang stabil di beberapa tahun terakhir. Pertumbuhan ekonomi yang
cenderung stabil bahkan berkembang di tengah krisis global adalah sebuah
prestasi tersendiri bagi Indonesia. Ditambah lagi dengan perkembangan status
ekonomi masyarakat kelas menengah ke atas yang tergolong pesat. Namun
tantangan global terus mengiringi perjalanan Indonesia menuju negara maju.
Wujud nyata tantangan tersebut dimulai dari ruang lingkup regional. ASEAN Economic Community (AEC) 2015 akan menjadi
tantangan sekaligus peluang Indonesia dalam waktu dekat. Tantangan tentu saja
tidak bisa dihadapi tanpa adanya persiapan dan kekuatan yang matang dari
segenap sektor yang dipengaruhi oleh era kebebasan perdagangan ini.
Pertanyaannya adalah, seberapa “siapkah” Indonesia dalam menghadapi AEC 2015?
ASEAN Economis Community merupakan
salah satu bentuk Free Trade Area(FTA) dan berlokasi
di kawasan Asia Tenggara. AEC ini terintegrasi lewat kerja sama ekonomi
regional yang diharapkan mampu memberikan akses yang lebih mudah, tidak
terkecuali perdagangan. Indonesia adalah market yang
cukup besar bagi produsen-produsen suatu produk menawarkan barangnya. Banyak
produsen luar negeri beranggapan Indonesia menjadi salah satu sasaran pemasaran
yang paling menguntungkan dibandingkan negara-negara berkembang lainnya. Dengan
diterapkannya blueprint perdagangan tanpa batas yang diramal terjadi di tahun
2015 mendatang tentunya Indonesia memiliki peluang sekaligus tantangan dalam
hal perdagangan internasional. Tarif yang hampir 80% menggunakan zero percent tentunya akan mempermudah Indonesia
memasuki pangsa pasar bahan baku dari negara tetangga, mengingat tidak semua
bahan baku ada di Indonesia. Keadaan ini akan memicu persaingan yang lebih
kompetitif baik dalam lingkup domestik maupun internasional. Disamping itu,
nama Indonesia yang dikenal sebagai market potensial
dengan jumlah penduduk yang besar diharapkan mampu menarik para investor luar
negeri yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia. Tentu saja di sini
pemerintah mempunyai peranan penting dalam mengatur kebijakan terhadap para
investor agar tidak saja mencari keuntungan, tetapi mampu meningkatkan tingkat
perekonomian Indonesia. Jika pemerintah tidak melakukan analisis terhadap
permasalahan tesebut, beberapa sektor industri akan mengalami titik kelemahan
ketika FTA benar-benar diimplementasikan. Negara-negara
di ASEAN yang dikenal sebagai komoditi ekspor berbasis sumber daya alam
terbesar di Asia juga menjadikan peluang dalam persaingan pasar produksi dengan surplus pada neraca transaksi. Konsentrasi
perdagangan ke luar ASEAN memang mengalami penurunan sejak tahun 1993 dari 80%
menjadi sekitar 73% pada akhir tahun 2008. Keadaan ini berbanding terbalik
dengan perdagangan intra-ASEAN yang meningkat dari 19% menjadi 26% di tahun
yang sama. Indonesia yang menjadi salah satu pemain penting dalam percaturan
dagang di ASEAN memiliki presentase impor yang tidak berimbang dengan ekspor
baik dalam lingkup intra-ASEAN maupun ke luar ASEAN. Keadaan ini harus dipahami
oleh pemerintah sehingga nantinya terdapat solusi sebelum perdagangan bebas
mendominasi pangsa pasar.
Tantangan muncul ketika peluang menghadirkan berbagai resiko
di dalamnya. Tantangan yang harus dihadapi Indonesia menghadapi perdagangan
bebas tidak hanya berada pada permasalahan dometik, tetapi di dalam lingkup
internasional khususnya kawasan Asia Tenggara. Kinerja ekspor menunjukkan
Indonesia berada pada peringkat ke-4 di kawasan ASEAN di bawah Singapura,
Malaysia, dan Thailand di akhir tahun 2008. Di samping itu kinerja impor juga
tidak menunjukkan kekuatan Indonesia sebagai negara penghasil bahan baku dengan
berada pada peringkat ke-3 di bawah Singapura dan Malaysia di tahun yang sama.
Apabila kondisi daya saing tidak segera diperbaiki, defisit terhadap
negara-negara tersebut akan semakin membesar dan menjadi ancaman yang sangat
serius bagi perekonomian Indonesia. Keadaan ini sebenarnya bisa diperbaiki
dengan memperbaiki produk-produk yang akan diproduksi. Produk-produk yang
diciptakan oleh negara-negara ASEAN selama ini menunjukkan kesamaan yang akan
berakibat pada persaingan yang cenderung monoton.Indonesia
harus secara teliti melihat keadaan ini sebagai peluang atau tantangan, melihat
negara ini memiliki sumber daya alam yang lebih dibandingkan negara-negara
ASEAN lainnya.
Indonesia dalam KTT ASEAN ke-21 di Phnom Penh tahun 2012,
ditunjuk sebagai motor penggerak dalam mengintegrasikan kekuatan Asia Tenggara
di dunia global. Bersama-sama dengan Singapura dan Thailand, Indonesia berada
di baris terdepan dalam mengimplementasikan konsep-konsep yang telah
disepakati. Keadaan ini diperkuat dengan optimisme Menteri Perdagangan RI Gita
Wiryawan yang menyebutkan bahwa AEC ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi
dalam negeri dan pendapatan per kapita. Dengan konsep Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP)
diharapkan mampu meningkatkan posisi tawar dalam perekonomian global bersaing
dengan blok-blok integrasi lainnya di luar Asia. Tentunya peluang ini harus
dimaksimalkan oleh seluruh negara ASEAN dengan persiapan di semua sektor.
Tujuan utama dari 10 negara ini adalah tingkat perekonomian yang merata di
samping mendapatkan kemudahan akses ekonomi regional. Melihat keadaan memang
tidak selalu seperti yang diharapkan. Persaingan yang terlalu kompetitf memicu
kesenjangan ekonomi antar negara. Singapura misalnya, negara dengan pendapatan
per kapita tertinggi di ASEAN ini tentunya tidak bisa dibandingkan bahkan
disamaratakan dengan negara-neara berkembang di kawasan Asia Tenggara.
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang harus teliti dan cermat dalam
“kebebasan” ini. Peluang dan tantangan harus dianalisis, ditanggapi, dan
diimplementasikan secara konseptual sehingga nantinya Indonesia tidak hanya
menjadi marketbagi para investor luar saja, melainkan mampu
mengendalikan pasar internasional.
Putu Yunartha Pradnyana Putra
Staff
Departemen Kajian Strategis BEM FEB UGM
12TuesdayMar 2013
Association
of South East Asian Nation (ASEAN) dengan mantap memastikan diri masuk dalam
babak baru percaturan geoekonomi dan geopolitik global. Hal ini ditandai dengan
ekonomi China, India sebagai mitra utama ASEAN melaju pesat. Posisi ASEAN
sebagai kawasan strategis diintegrasi dengan beberapa langkah strategis yang
diambil organisasi yang beranggotakan 10 negara di Asia Tenggara minus Timor
Leste ini dalam mewujudkan ASEAN Community. Dalam mewujudkan ASEAN Community
ini ada tiga pilar utama, yaitu pilar pertama politik-keamanan dengan
menciptakan ASEAN Political Security Community (APSC), pilar kedua ekonomi
dengan upaya menciptakan ASEAN Economic Community (AEC) dan pilar ketiga
sosial-budaya dengan upaya mewujudkan ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC).
Melihat visi ASEAN ke depan, sekarang mari kita lihat lebih lanjut bagaimana
kesiapan perekonomian bangsa Indonesia menghadapi AEC 2015.
Sebelum
kita merumuskan langkah strategis ekonomi yang diambil oleh pemerintah
Indonesia menghadapi AEC 2015, mari kita lihat pokok permasalahan-permasalahan
yang sekiranya perlu dipersiapkan oleh Indonesia menghadapi AEC 2015 dan juga
melihat bagaimana posisi Indonesia di pasar ASEAN. Berdasar analisis dari Road
Map HIPMI, setidaknya terdapat tiga indikator yang digunakan untuk meraba
posisi Indonesia di ekonomi ASEAN. Pertama, pangsa ekspor Indonesia ke
negara-negara ASEAN cukup besar. Nilai ekspor Indonesia ke Malaysia, Filipina,
Singapura, dan Thailand mencapai 13,9 persen dari total ekspor Indonesia pada
2005. Kedua, daya saing ekonomi Indonesia buruk dibandingkan negara ASEAN
lainnya. Sebagaimana yang dilaporkan oleh Forum Ekonomi Dunia dalam Global
Competitiveness Index 2011-2012, peringkat Indonesia turun menjadi peringkat 46
dari peringkat 44 pada 2010. Ketiga, percepatan investasi di Indonesia
tertinggal bila dibandingkan negara ASEAN lainnya. Selain akibat dari sisa
krisis ekonomi, rendahnya investasi dipicu pula oleh buruknya infrastruktur
ekonomi, kelambanan birokrasi, dan mahalnya izin usaha. Berkaitan dengan hal
ini, Indonesia harus serius mempersiapkan diri.
Selanjutnya untuk mewujudkan kesiapan dibidang ekonomi Indonesia dalam
menyongsong ASEAN Community 2015, kebijakan-kebijakan dan langkah strategis
yang berkaitan dengan peningkatan daya saing produk Indonesia untuk pasar
global dan penanganan strategis untuk poin ketiga dalam indikator posisi
Indonesia di ekonomi ASEAN. Untuk menghadapi AEC 2015 tiga langkah strategis
ini mungkin harus segera dipersiapkan: meningkatkan kesiapan sarana dan prasarana
transportasi dan komunikasi yang mengkoneksikan seluruh wilayah Indonesia
sebagai negara kepulauan dalam satu kesatuan, penerapan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam mendukung pemajuan kualitas produksi pangan dan
non pangan secara berkelanjutan dan ramah lingkungan, dan mewujudkan Badan
Publik (Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif) yang transparan, akuntabel menuju good governance dan clean government(Tatakelola pemerintahan yang baik dan
pemerintahan yang bersih) atau anti KKN. Dalam rangka meningkatkan kesiapan
sarana dan prasarana, Kementerian PU, Perhubungan, Pemerintah daerah secara
sinergi membangun infrastruktur transportasi di seluruh wilayah Indonesia
khususnya sentra-sentra produksi pertanian, peternakan, perkebunan dan
perikanan baik transportasi darat, laut dan udara dengan memperhatikan sistem
yang berkelanjutan dan kelestarian alam dan lingkungan. Sebagai contoh adalah
Kementerian Perhubungan, Kementerian PU dan Pemda membangun jaringan prasarana
dan penyediaan sarana transportasi antar moda, antar pulau yang terintegrasi
seperti membangun terminal bandara, terminal angkutan darat dan pelabuhan laut
baik skala internasional, antar provinsi dan antar pulau kecil, terluar dan
tertinggal. Selanjutnya untuk langkah strategis kedua, Kementerian Ristek dan
BPPT bersama pemangku kepentingan lainnya sudah seharusnya dapat mengoptimalkan
pelaksanaan Undang-undang Nomor 18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional
Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam
rangka meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global. Namun, kedua
langkah strategis tersebut tidak akan dapat berjalan apabila langkah strategis
ketiga ini tidak dapat dijalankan oleh pemerintah Indonesia. Pemerintah melalui
Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Pemberdayaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi dan Komisi Informasi Pusat bersama organisasi
non pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat yang peduli terhadap perwujudan
pemerintahan yang bersih secara sistemik harus mampu melaksanakan undang-undang
No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik dengan cara-cara
sosialisasi, edukasi, pengawasan, pengecekan dan penyelesaian sengketa
informasi publik. Pada akhirnya dengan dapat memenuhi tiga langkah strategis di
atas seluruh faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia, seperti
SDA, SDM, teknologi, budaya, dan modal, dapat berkembang secara koheren bersiap
menghadapi AEC 2015
Patrick Kuntara
Harpranata Silangit
Staff
Departemen Kajian Strategis BEM FEB UGM
11MondayMar 2013
Globalisasi
dan perkembangan zaman yang tiada matinya menuntut setiap orang untuk maju dan
bersaing.Tidak hanya manusianya saja, negara maju pun dituntut kritis dan sigap
dalam perkembangan zaman modern ini.Negara-negara maju bahkan telah
mempersiapkan beberapa strategi mulai dari melakukan kerjasama regional maupun
bilateral yang meguntungkan kedua belah pihak.Tidak mengherankan jika negara
ASEAN tidak mau ketinggalan membentuk komunitasnya sendiri dalam rangka
berjuang menunjang popularitas negara mereka di panggung Internasional.
Begitu pula Indonesia. Indonesia yang bergabung dalam ASEAN (Association of
South East Asia Nation) mengambil langkah untuk bergabung dalam Asean Economic
Community(AEC).
Sekilas
balik mengenai AEC atau Masyarakat Ekonomi Asean merupakan salah satu tindak
langkah negara-negara Asean dalam rangka menjaga stabilitasi politik dan
keamanan regional Asean,meningkatkan daya saing kawasan secara keseluruhan
di pasar dunia,meningkatkan standar hidup penduduk Negara Asean,
dan sekaligus menigkatkan pertumbuhan ekonomi anggotanya.Komunitas 10 negara
yang terdiri dari hasil pertemuan Menteri Ekonomi Asean pada bulan Agustus 2006
ini nantinya bergabung menjadi seolah tanpa batas, seperti Masyarakat
Ekonomi Eropa yang kini bersatu menjadi Uni Eropa (European Union).
AEC sebagai peluang datangnya ancaman, kerap kali
dihubungkan oleh kebanyakan orang dari latar belakang fenomena ekonomi yang
kerap kali rentan dengan persiapan yang matang tetapi tidak dibarengi dengan
penerapan maksimal.Sebagai contoh konkrit, kemajuan ekonomi Indonesia untuk
bersaing secara global membutuhkan setidaknya Sumber Daya Manusia yang matang
secara usia, mantap dalam akademik,dan siap bersaing di dunia kerja.Berbagai
cara ditempuh,seperti mencanangkan program wajib belajar disertai dengan
subsidi pendidikan menjadi katalis perkembangan SDM Indonesia.Hal ini berbuah
manis ketika hasil survey Human Development Report 2006,
UNDP,Indonesia mengalami perkembangan pesat dalam Perkembangan Angka
Melek Huruf dimana tahun 1999 berada di point 79,5 , dan di tahun
2004 berada di point 90,4.Pemerintah pun terus menambah anggaran
pendidikan dan kesehatan di tiap tahunnya.
Sangat disayangkan usaha untuk meningkatkan kualitas manusia
Indonesia ini masih berjalan lamban dan belum menghasilkan dampak konkrit. Hal
ini terbukti dari survey Human Development Report (HDR)
tahun 2006 mengatakan Indonesia menempati urutan 108 dari 177 negara yang di
survey dengan indeks HDI 0,711 pada level medium human development.Tidak jauh berbeda dari hasil survei
diatas, Human Development Indeks (salah satu indikator
pembangunan SDM) yang dikeluarkan oleh UNDP untuk tahun 2011 menunjukkan bahwa
Indonesia hanya menempati posisi 124 dari 187 negara yang disurvei. Negara
komunitas AEC lain masih lebih unggul dalam pembangunan SDM, seperti Singapore
yang memimpin Asean di posisi ke-26, Brunei (33), Malaysia (61), Thailand
(103) dan Filipina (112).
Urutan HDI Negara-negara Asean Tahun
2006
No
|
Negara
|
Urutan
|
Indeks
|
1
|
Brunei Darussalam
|
34
|
0,871
|
2
|
Kamboja
|
129
|
0,583
|
3
|
Indonesia
|
108
|
0,711
|
4
|
Laos
|
133
|
0,553
|
5
|
Malaysia
|
61
|
0,805
|
6
|
Myanmar
|
130
|
0,581
|
7
|
Filipina
|
84
|
0,763
|
8
|
Singapura
|
25
|
0,916
|
9
|
Thailand
|
74
|
0,784
|
10
|
Vietnam
|
109
|
0,709
|
Sumber: Human Development Report 2006, UNDP
Berbagai strategi disusun dalam rangka menaikkan Indek
Pembangunan Manusia (IPM) melalui Peningkatan Manusia Indonesia (PMI). Namun,
IPM Indonesia masih dibawah anggota Asean lainnya yaitu Singapura, Brunei
Darussalam, Malaysia, Thailand, dan Filipina.Sangat disayangkan
jika banyak generasi muda sekarang , terutama civitas akademis yang tidak tahu
bahkan ‘tidak peduli’ dengan Indek Pembangunan Manusia (IPM) dan penerapan AEC
2015 mendatang. Hal ini diperparah dengan kurangnya sosialisasi
pemerintah merealisasikan rencana dan pergerakannya menghadapi AEC
2015.Pemerintah hanya menetapkan kebijakan sendiri tanpa merealisasikan dampak
dan peluang AEC ke depannya pada masyarkat, sehingga banyak masyarakat terutama
civitas akademis yang acuh tak acuh dengan permasahan global ini.
Di
lihat dari sisi ketenagakerjaan di Indonesia, AEC akan menggerakkan setiap
angkatan kerja,baik profesional,tenaga ahli,manajer,analisis, bebas bekerja
dimana saja tanpa halangan ataupun batasan di kawasan Asean, termasuk di
Indonesia.Setiap orang akan berlomba-lomba mencari pekerjaan di
perusahaan Asean lain yang mampu mempekerjaan mereka dengan imbalan yang
lebih dibanding bekerja di negeri sendiri. Akibatnya? Hanyalah masyarakat yang
tidak memiliki keterampilan ataupun masyarakat yang menanamkan secara baik jiwa
nasionalismenya berjuang di negara sendiri demi sebuah amanat sang
pejuang.Tidak mengherankan jika akan semakin banyak kasus kekerasan
tenaga kerja Indonesia yang dipertontonkan di media massa karena keahlian
berbanding terbalik dengan upah yang diangung-agungkan.
Sementara itu, hal yang membuat saya bingung adalah
ketika Menteri Kordinator Perekonomian Indonesia,Hatta Rajasa
menegaskan,Indonesia harus jadi basis produksi di Asean,bukan(hanya)menjadi
pasar pada AEC 2015.Lanjut beliau, kunci dari keberhasilan Indonesia
terletak pada“infrastruktur dan konektivitas”.Akibatnya ,selama 3 tahun ini
pemerintah gencarnya membangun sarana infrastruktur dan membangun konektivitas
di negara kawasan lain.Pernyataan yang timbul dari benak saya adalah jika
pemerintah Indonesia hanya berfokus mendahulukan Sumber Daya Alam yang
melimpah saja dan menjadikan Indonesia produsen terbesar dalam SDAnya tanpa
memedulikan kualitas SDMnya,bagaimana dengan nasib warga yang tidak memiliki
keahlian?bagaimana kita mengolah semua SDA itu?Akankah investor asing akan
berdaulat atas kita dan rumah kita?Jika produk tak dapat bersaing, akankah
produk negara Asean lain menjadi tuan rumah atas negara kita? bagaimana
Indonesia bertahan di tengah serbuan produk Negara Asean lain tanpa adanya
kreativitas dan pendidikan yang sumbernya dari bibit-bibit unggul SDMnya?
Hal inilah yang memunculkan banyak polemik bangsa jika pemerintah hanya akan
membuang anggaran untuk infrastruktur yang bersifat “sementara” tanpa
memikirkantrade-off keakhlakan manusia yang “kekal”,sumber
perkembangan infrastruktur temuan manusia itu sendiri.Jika Indonesia mantap dan
mampu dari luar,tetapi kurang dari dalam,pasti akan sama buruknya dan tidak ada
gunanya.
Persoalan lain yang perlu dibenahi
adalah Indonesia masih terlalu sibuk dengan hiruk pikuk politik ,menyambut
pilpres 2014. Pembenahan sektor SDM, termasuk pendidikan dan
ketenagakerjaan seharusnya segera menjadi prioritas pemerintah agar Indonesia
bisa berbenah diri dan bersiap menghadapi peluang ancaman masa akan
datang. Jika tidak, penerapan AEC 2015 mendatang kemungkinanan besar akan
membawa efek negatif bagi tenaga professional Indonesia dan serbuan produk
Asean lainnya. Gambaran pesimisnya adalah jangan sampai Indonesia hanya bisa
mengusai level buruh, sementara level manajerial didominasi oleh tenaga-tenaga
kerja asing dan produk asing yang lebih berkualitas berdaulat di negeri
sendiri.Akan tetapi alangkah baiknya jika Indonesia bangun,terutama civitas
akademis sebagai cendikiawan-cendikiawan Indonesia masa depan,segera mengejar
ketertinggalan dan mempersempit jurang kualitas SDM, terutama di bidang
pendidikan.AEC merupakan peluang untuk memperkenalkan karya dan kualitas
bangsa, bukan merupakan ancaman yang perlu ditakuti dan mundur sebelum
berperang . Mari bentuk karya nyata demi amanat sang pejuang!Ayo bergabung dan
mengaktualisasi diri di medan global. Indonesia harus bisa!
12TuesdayMar 2013
ASEAN Economic Community 2015 atau yang akrab kita sapa AEC 2015 adalah
komunitas negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang bergabung demi
terwujudnya ekonomi yang terintegrasi. Banyak pihak memandang positif mengenai
AEC namun tidak sedikit yang sinis terhadap isu AEC 2015. AEC 2015
dipandang mirip dengan versi awal Eurozone.
Terlepas dari opini-opini masyarakat tentang AEC 2015,
penulis ingin memaparkan sedikit mengenai sejarah pembentukan AEC. Tahun 1997,
Pemuka-pemuka ASEAN berunding dalam KTT Informal ASEAN ke-2 di Kuala Lumpur,
mereka memutuskan untuk membentuk ASEAN menjadi kawasan yang stabil, sejahtera,
dan kompetitif dengan pembangunan ekonomi, mengurangi kemiskinan dan disparitas
sosial ekonomi antar negara di ASEAN (ASEAN Vision 2020).
Selanjutnya, pada KTT ASEAN ke-9, tahun 2003 di Bali, forum ketua ASEAN bertemu
kembali dan mendeklarasikan Bali Concord II yang didalamnya termuat
pembentukan AEC. AEC adalah realisasi dari tujuan akhir ekonomi terintegrasi
sebagai garis besar ASEAN Vision 2020.
Pada KTT ini juga ditambahkan lagi dua pilar yang menjadi pertimbangan ASEAN Community, yaituASEAN Security Community dan ASEAN Socio-Cultural Community.
Sedangkan KTT ke-12 yang berlangsung Januari 2007 menghasilkan komitmen
untuk mempercepat terwujudnya ASEAN Vision 2020 dengan pembentukan
ASEAN Community 2015. Pemimpin ASEAN setuju untuk mempercepat AEC pada tahun
2015 dan membentuk ASEAN menjadi region dengan free
movement of goods, services, investment, skilled labour, and freer flow of
capital.
Para petinggi negara memandang bahwa pengintegrasian ekonomi
melalui AEC 2015 penting bagi pertumbuhan ekonomi Asia terkhususnya ASEAN.
Dengan sistem Free flow of goods, ASEAN,
sebagai komunitas ekonomi terintegrasi, dapat menjadi pasar penyedia faktor
produksi bagi Negara di seluruh dunia. Sehingga kedepan, pasar modal ASEAN
dapat menjadi tujuan penanaman modal global.
ASEAN Free Trade Area (AFTA) yang telah berjalan, sudah
meningkatkan pertumbuhan ekonomi ASEAN dengan kebijakan bebas tariff (zero tarrifs), bagaimanapun free flow of goods tidak hanya memerlukan bebas tarif tetapi juga bebas non-tariff barriers (lisensi
impor dan ekspor, pembatasan perdagangan, pembatasan embargo). Melalui AEC
2015, free flow of goodsakan dimaksimalkan dengan peraturan
bebas tarif dan bebas non-tariffs barriers.
Seberapa siap Indonesia menghadapi AEC 2015? Jika
konteks AEC 2015 adalahcapital flow, service flow, dan labor flow. Indonesia sudah siap tentunya. Indonesia
sudah mengalami capital flow, service flow, dan labor flow sejak tahun 1980-an, dimana banyak
perusahaan mutinasional yang berdiri di Indonesia. Perusahaan multinasional ini
memiliki modal dan tenaga kerja yang berasal dari berbagai negara. Perjanjian
perdagangan internasional juga telah Indonesia jalani. Misalnya ACFTA. Sejak berlakunya
ACFTA, pertumbuhan ekonominya Indonesia terbukti stabil dikisaran 6,1
persen (2010); 6,5 persen (2011); dan 6,1 persen ( 2012). Produk Domestik Bruto
(PDB) tahun 2011 tumbuh sebesar 6,5 persen dibandingkan dengan tahun 2010.
Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2012
terjadi pada semua sektor ekonomi, dengan pertumbuhan tertinggi di Sektor
Pengangkutan dan Komunikasi 10,7 persen dan terendah di Sektor Pertambangan dan
Penggalian 1,4 persen. Sementara PDB (tidak termasuk migas) tahun 2011 tumbuh
6,9 persen. Dengan adanya perdagangan bebas, industri Indonesia meningkat.
Lapangan pekerjaan menjadi lebih luas sehingga mengurangi pengangguran.
Grafik Jumlah Angkatan Kerja,
Penduduk yang Bekerja, dan Penganggur 2010–2012
(juta orang)
|
Sumber: Laporan Bulanan Data Sosial ekonomi. Katalog BPS:
9199017
Edisi
24, mei 2012
|
Meskipun Indonesia mampu menjaga pertumbuhan ekonominya di
angka 6%, ada beberapa hal perlu diantisipasi dengan adanya AEC 2015 ini.
Kita mulai dari Elimination of Non-Tariff
Barriers dan Single Window. Tujuan
dibentuknya AEC 2015 semata-mata untuk mengakomodasi kepentingan negara-negara
di kawasan ASEAN, sedangkan perdagangan yang terjadi antara Negara anggota
ASEAN saat ini, masih belum efektif dengan adanya non- tariff barriers.Maka
ASEAN perlu menerapkan peraturan bebas non-tariff barriers.
Selain itu, memaksimalkan pertumbuhan ekonomi ASEAN
juga dilakukan melalui kebijakan Single Window. Single Window adalah standarisasi dari proses dan
prosedur perdagangan yang meliputi pengintegrasian data dan informasi
perdagangan sehingga mengurangi waktu dan biaya dalam bertransaksi. Melalui AEC
2015, kompetisi dan efisiensi dalam perdagangan meningkatkan. Produk dan tenaga
kerja asing akan lebih fleksibel masuk ke tiap negara anggota ASEAN.
Data
BPS, 6 Februari 2012, mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tertinggi adalah
sektor Pengangkutan dan Komunikasi (10,7 persen). Sektor industri yang bercokol
di tingkat bawahnya adalah industri Perdagangan, Hotel, dan Restoran (9,2
persen). Sedangkan sektor indusri Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan
Perikanan adalah yang terendah ( 3 persen). Data dari BPS tersebut
menandakan bahwa Industri Indonesia masih bersifat padat modal (belum padat
karya).
Sedangkan
dari sisi tenaga kerjanya sendiri, tenaga kerja di Indonesia berjumlah 109 juta
jiwa dan sebanyak 54,2 juta lulusan SD (Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, 2011). Jadi bayangkan rendahnya kualitas tenaga kerja kita.
Masyarakat Indonesia masih sedikit yang bekerja sebagai tenaga ahli Industri
diberbagai sektor tersebut.
Antisipasi terhadap AEC 2015 sangat
diperlukan, terutama di bidang pengembangan SDM, mengingat Elimination of Non-Tariff Barriers dan Single Window mengakibatkan tenaga
kerja dari luar negeri akan lebih mudah bermigrasi ke Indonesia. Mereka (tenaga
kerja asing) yang memiliki keahlian di atas keahlian SDM Indonesia, tentu akan
mendapat pekerjaan di perusahaan yang ada di Indonesia. Sulit bagi
kita bersaing dengan tenaga kerja asing jika kita tidak memiliki skill yang
memadahi. Akibatnya pengangguran meningkat. Disamping itu, Elimination of Non-Tariff Barriers dan Single Window juga membawa
dampak pada UMKM. Banjir produk impor yang lebih murah dan berkualitas baik,
akan menggeser usaha UMKM. Di saat seperti inilah kualitas produk dengan harga
terjangkau sangat bermain untuk mengambil hati konsumen.
Perdagangan yang akan kita jalani
adalah perdagangan yang sangat selektif dan kompetitif. Peraturan pemerintah
mengenai perlindungan produk dalam negeri saja tidak cukup jika tidak diimbangi
dengan peningkatkan SDM. Dengan peningkatan kualitas SDM, kita dapat bertahan
dalam perdagangan ini. Peningkatan SDM berpengaruh terhadap peningkatan nilai
jual produk, maupun nilai jual tenaga kerja.
12TuesdayMar 2013
Indonesia boleh saja berbangga dengan pertumbuhan
ekonomi yang terbilang stabil di beberapa tahun terakhir. Pertumbuhan ekonomi
yang cenderung stabil bahkan berkembang di tengah krisis global adalah
sebuah prestasi tersendiri bagi Indonesia. Ditambah lagi dengan perkembangan
status ekonomi masyarakat kelas menengah ke atas yang tergolong pesat.
Namun tantangan global terus mengiringi perjalanan Indonesia menuju negara maju.
Wujud nyata tantangan tersebut dimulai dari ruang lingkup regional. ASEAN Economic Community (AEC) 2015
akan menjadi tantangan sekaligus peluang Indonesia dalam waktu dekat. Tantangan
tentu saja tidak bisa dihadapi tanpa adanya persiapan dan kekuatan yang matang
dari segenap sektor yang dipengaruhi oleh era kebebasan perdagangan ini.
Pertanyaannya adalah, seberapa “siapkah” Indonesia dalam menghadapi AEC 2015?
ASEAN Economis Community merupakan
salah satu bentuk Free Trade Area(FTA) dan berlokasi di kawasan Asia
Tenggara. AEC ini terintegrasi lewat kerja sama ekonomi regional yang
diharapkan mampu memberikan akses yang lebih mudah, tidak terkecuali
perdagangan. Indonesia adalah market yang
cukup besar bagi produsen-produsen suatu produk menawarkan barangnya. Banyak
produsen luar negeri beranggapan Indonesia menjadi salah satu sasaran pemasaran
yang paling menguntungkan dibandingkan negara-negara berkembang lainnya. Dengan
diterapkannya blueprint perdagangan tanpa batas yang diramal terjadi di tahun
2015 mendatang tentunya Indonesia memiliki peluang sekaligus tantangan dalam
hal perdagangan internasional. Tarif yang hampir 80% menggunakan zero percent tentunya akan mempermudah Indonesia
memasuki pangsa pasar bahan baku dari negara tetangga, mengingat tidak semua
bahan baku ada di Indonesia. Keadaan ini akan memicu persaingan yang lebih
kompetitif baik dalam lingkup domestik maupun internasional. Disamping itu,
nama Indonesia yang dikenal sebagai market potensial
dengan jumlah penduduk yang besar diharapkan mampu menarik para investor luar
negeri yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia. Tentu saja di sini
pemerintah mempunyai peranan penting dalam mengatur kebijakan terhadap para
investor agar tidak saja mencari keuntungan, tetapi mampu meningkatkan tingkat
perekonomian Indonesia. Jika pemerintah tidak melakukan analisis terhadap
permasalahan tesebut, beberapa sektor industri akan mengalami titik kelemahan
ketika FTA benar-benar
diimplementasikan. Negara-negara di ASEAN yang dikenal sebagai komoditi ekspor
berbasis sumber daya alam terbesar di Asia juga menjadikan peluang dalam
persaingan pasar produksi dengan surplus pada
neraca transaksi. Konsentrasi perdagangan ke luar ASEAN memang mengalami
penurunan sejak tahun 1993 dari 80% menjadi sekitar 73% pada akhir tahun 2008.
Keadaan ini berbanding terbalik dengan perdagangan intra-ASEAN yang meningkat
dari 19% menjadi 26% di tahun yang sama. Indonesia yang menjadi salah satu
pemain penting dalam percaturan dagang di ASEAN memiliki presentase impor yang
tidak berimbang dengan ekspor baik dalam lingkup intra-ASEAN maupun ke luar
ASEAN. Keadaan ini harus dipahami oleh pemerintah sehingga nantinya terdapat
solusi sebelum perdagangan bebas mendominasi pangsa pasar.
Tantangan muncul ketika peluang menghadirkan berbagai
resiko di dalamnya. Tantangan yang harus dihadapi Indonesia menghadapi
perdagangan bebas tidak hanya berada pada permasalahan dometik, tetapi di dalam
lingkup internasional khususnya kawasan Asia Tenggara. Kinerja ekspor
menunjukkan Indonesia berada pada peringkat ke-4 di kawasan ASEAN di bawah
Singapura, Malaysia, dan Thailand di akhir tahun 2008. Di samping itu kinerja
impor juga tidak menunjukkan kekuatan Indonesia sebagai negara penghasil bahan
baku dengan berada pada peringkat ke-3 di bawah Singapura dan Malaysia di tahun
yang sama. Apabila kondisi daya saing tidak segera diperbaiki, defisit terhadap
negara-negara tersebut akan semakin membesar dan menjadi ancaman yang sangat
serius bagi perekonomian Indonesia. Keadaan ini sebenarnya bisa diperbaiki
dengan memperbaiki produk-produk yang akan diproduksi. Produk-produk yang
diciptakan oleh negara-negara ASEAN selama ini menunjukkan kesamaan yang akan
berakibat pada persaingan yang cenderung monoton.Indonesia harus secara teliti melihat keadaan
ini sebagai peluang atau tantangan, melihat negara ini memiliki sumber daya
alam yang lebih dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya.
Indonesia dalam KTT ASEAN ke-21 di Phnom Penh tahun
2012, ditunjuk sebagai motor penggerak dalam mengintegrasikan kekuatan Asia
Tenggara di dunia global. Bersama-sama dengan Singapura dan Thailand, Indonesia
berada di baris terdepan dalam mengimplementasikan konsep-konsep yang telah
disepakati. Keadaan ini diperkuat dengan optimisme Menteri Perdagangan RI Gita
Wiryawan yang menyebutkan bahwa AEC ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi
dalam negeri dan pendapatan per kapita. Dengan konsep Regional Comprehensive Economic
Partnership (RCEP)
diharapkan mampu meningkatkan posisi tawar dalam perekonomian global bersaing
dengan blok-blok integrasi lainnya di luar Asia. Tentunya peluang ini harus
dimaksimalkan oleh seluruh negara ASEAN dengan persiapan di semua sektor.
Tujuan utama dari 10 negara ini adalah tingkat perekonomian yang merata di
samping mendapatkan kemudahan akses ekonomi regional. Melihat keadaan memang
tidak selalu seperti yang diharapkan. Persaingan yang terlalu kompetitf memicu
kesenjangan ekonomi antar negara. Singapura misalnya, negara dengan pendapatan
per kapita tertinggi di ASEAN ini tentunya tidak bisa dibandingkan bahkan
disamaratakan dengan negara-neara berkembang di kawasan Asia Tenggara.
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang harus teliti dan cermat dalam
“kebebasan” ini. Peluang dan tantangan harus dianalisis, ditanggapi, dan
diimplementasikan secara konseptual sehingga nantinya Indonesia tidak hanya
menjadi marketbagi para investor luar saja, melainkan mampu
mengendalikan pasar internasional.
Signifikansi
adanya AEC bagi Kawasan Asia Tenggara dan Indonesia pada khususnya
Perkembangan situasi global telah menuju kearah yang stabil dan kondusif terutama terhadap berbagai bentuk kerjasama antar negara-negara. Perkembangan diluar dan didalam kawasan Asia Tenggara juga mendorong negara-negara yang tergabung dalam ASEAN berupaya memanfaatkan momentun tersebut untuk lebih banyak mengembangkan diri dan juga kawasan secara umum.
Kerjasama bidang ekonomi pun terus digalang oleh negara-negara anggota ASEAN dan juga turut menyosialisasikan rencana ASEAN Economic Community di masing-masing negara tersebut. ASEAN Economic Community sendiri memiliki potensi yang besar bagi perkembangan negara-negara anggota dan juga kawasan dalam bidang ekonomi. Asean Economic Community berusaha untuk membentuk suatu integrasi ekonomi berupa pasar tunggal berbasis produksi (single market dan production-based) diantara negara-negara ASEAN dengan menghapuskan berbagai hambatan dalam perdagangan sehingga kemudian mampu untuk bersaing satu sama lain. Selain itu, ASEAN Economic Community dapat mendorong meningkatnya kualitas mekanisme perdagangan di ASEAN serta mampu untuk memperlancar arus barang, sumberdaya manusia dan juga memberikan kebebasan bagi para pelaku bisnis untuk memperluas usahanya hingga melintas batas negara.
ASEAN Ecocomic Community dalam upayanya untuk meningkatkan kerjasama ekonomi negara-negara ASEAN berlandaskan pada 5 pilar utama seperti kebebasan arus barang, kebebasan arus modal, kebebasan arus jasa, kebebasan investasi, kebebasan arus SDM. Berlandaskan pada pilar-pilar tersebut maka diupayakan agar tujuan single market dapat tercapai melalui penghapusan berbagai hambatan baik tarif maupun non-tarif dan sepenuhnya bebas. Selain itu, juga menekankan akan National Single Window yang memungkinkan efektifitas dalam perdagangan dengan basis informasi yang jelas pada masing-masing negara serta ditambah lagi dengan adanya standarisasi dan regulasi perdagangan sehingga menjadi lebih kompetitif.
Para investor pun akan lebih mudah dalam berinvestasi di kawasan ASEAN dimana akan terdapat proteksi bagi para investor dan investasi mereka melalui kesepakatan-kesepakatan yang komprehensif dan juga dibentuk suatu regulasi terkait dengan sektor investasi sehingga dapat lebih transparan.
Kebebasan dalam berinvestasi dan jaminan yang baik terhadapnya maka diharapkan akan meningkatkan posisi tawar ASEAN sebagai kawasan yang kondusif bagi investasi berkelanjutan. Investasi merupakan salah satu elemen penting bagi perkembangan ekonomi di kawasan Asia Tenggara yang anggota-anggotanya masih berstatus negara berkembang. Arus modal pun dijamin kebebasannya dengan ketentuan yang dapat menguntungkan negara-negara ASEAN. AEC juga memberikan fasilitas penyaluran SDM yang memadai diikuti dengan standarisasi SDM yang berkualitas. Sehingga kemudian berbasis pada pilar-pilar tersebut maka langkah-langkah AEC akan lebih jelas dan terarah dan berdampak pada peningkatan sektor ekonomi kawasan yang signifikan dan dapat bersaing dengan kawasan lainnya.
Indonesia sebagai salah satu pilar ASEAN tentunya juga tidak ingin kehilangan momentum terbentuknya AEC ini sebagai bentuk partisipasi aktifnya dalam perkonomian regional dan dunia. Dalam pernyataannya Menteri Perdagangan Indonesia Marie Eka Pangestu menyatakan bahwa Indonesia siap untuk melaksanakan AEC di tahun 2015 . Di dalam Regional Asia Tenggara, Indonesia dipercaya bersama lima negara lain untuk sama-sama menargetkan negaranya siap melaksanakan AEC, sedangkan 4 negara lain yang tergabung dalam AEC baru bisa menargetkan negaranya mengimplementasikan single market AEC baru pada tahun 2020. Hal tersebut diimplementasikan dengan disepakatinya blueprint ASEAN Economic Community di tahun 2015. Blue print tersebut merupakan wujud kesiapan dan langkah awal Indonesia dalam menyepakati terwujudnya single market ASEAN. Dalam cetak biru tersebut, disepakati 12 sektor yang menjadi prioritas yaitu sektor industri, penerbangan, peralatan kesehatan, produk kayu, garmen, dan pariwisata .
Setelah menyepakati cetak biru tersebut, pemerintah Indonesia pada tahun 2008 bersama negara ASEAN lain membentuk ASEAN single window yang harus diaplikasikan kepada semua negara ASEAN. Dengan penggunaan single window diharapkan agar proses keluar masuk atau Export-Import barang akan lebih cepat dan menghemat proses birokrasi. Dan baru-baru ini pada tahun 2010, Indonesia dan negara-negara ASEAN lain menyepakati untuk mengurangi secara drastis atas hambatan transportasi terutama transportasi udara, sistem kesehatan, dan sektor turisme.
Perkembangan situasi global telah menuju kearah yang stabil dan kondusif terutama terhadap berbagai bentuk kerjasama antar negara-negara. Perkembangan diluar dan didalam kawasan Asia Tenggara juga mendorong negara-negara yang tergabung dalam ASEAN berupaya memanfaatkan momentun tersebut untuk lebih banyak mengembangkan diri dan juga kawasan secara umum.
Kerjasama bidang ekonomi pun terus digalang oleh negara-negara anggota ASEAN dan juga turut menyosialisasikan rencana ASEAN Economic Community di masing-masing negara tersebut. ASEAN Economic Community sendiri memiliki potensi yang besar bagi perkembangan negara-negara anggota dan juga kawasan dalam bidang ekonomi. Asean Economic Community berusaha untuk membentuk suatu integrasi ekonomi berupa pasar tunggal berbasis produksi (single market dan production-based) diantara negara-negara ASEAN dengan menghapuskan berbagai hambatan dalam perdagangan sehingga kemudian mampu untuk bersaing satu sama lain. Selain itu, ASEAN Economic Community dapat mendorong meningkatnya kualitas mekanisme perdagangan di ASEAN serta mampu untuk memperlancar arus barang, sumberdaya manusia dan juga memberikan kebebasan bagi para pelaku bisnis untuk memperluas usahanya hingga melintas batas negara.
ASEAN Ecocomic Community dalam upayanya untuk meningkatkan kerjasama ekonomi negara-negara ASEAN berlandaskan pada 5 pilar utama seperti kebebasan arus barang, kebebasan arus modal, kebebasan arus jasa, kebebasan investasi, kebebasan arus SDM. Berlandaskan pada pilar-pilar tersebut maka diupayakan agar tujuan single market dapat tercapai melalui penghapusan berbagai hambatan baik tarif maupun non-tarif dan sepenuhnya bebas. Selain itu, juga menekankan akan National Single Window yang memungkinkan efektifitas dalam perdagangan dengan basis informasi yang jelas pada masing-masing negara serta ditambah lagi dengan adanya standarisasi dan regulasi perdagangan sehingga menjadi lebih kompetitif.
Para investor pun akan lebih mudah dalam berinvestasi di kawasan ASEAN dimana akan terdapat proteksi bagi para investor dan investasi mereka melalui kesepakatan-kesepakatan yang komprehensif dan juga dibentuk suatu regulasi terkait dengan sektor investasi sehingga dapat lebih transparan.
Kebebasan dalam berinvestasi dan jaminan yang baik terhadapnya maka diharapkan akan meningkatkan posisi tawar ASEAN sebagai kawasan yang kondusif bagi investasi berkelanjutan. Investasi merupakan salah satu elemen penting bagi perkembangan ekonomi di kawasan Asia Tenggara yang anggota-anggotanya masih berstatus negara berkembang. Arus modal pun dijamin kebebasannya dengan ketentuan yang dapat menguntungkan negara-negara ASEAN. AEC juga memberikan fasilitas penyaluran SDM yang memadai diikuti dengan standarisasi SDM yang berkualitas. Sehingga kemudian berbasis pada pilar-pilar tersebut maka langkah-langkah AEC akan lebih jelas dan terarah dan berdampak pada peningkatan sektor ekonomi kawasan yang signifikan dan dapat bersaing dengan kawasan lainnya.
Indonesia sebagai salah satu pilar ASEAN tentunya juga tidak ingin kehilangan momentum terbentuknya AEC ini sebagai bentuk partisipasi aktifnya dalam perkonomian regional dan dunia. Dalam pernyataannya Menteri Perdagangan Indonesia Marie Eka Pangestu menyatakan bahwa Indonesia siap untuk melaksanakan AEC di tahun 2015 . Di dalam Regional Asia Tenggara, Indonesia dipercaya bersama lima negara lain untuk sama-sama menargetkan negaranya siap melaksanakan AEC, sedangkan 4 negara lain yang tergabung dalam AEC baru bisa menargetkan negaranya mengimplementasikan single market AEC baru pada tahun 2020. Hal tersebut diimplementasikan dengan disepakatinya blueprint ASEAN Economic Community di tahun 2015. Blue print tersebut merupakan wujud kesiapan dan langkah awal Indonesia dalam menyepakati terwujudnya single market ASEAN. Dalam cetak biru tersebut, disepakati 12 sektor yang menjadi prioritas yaitu sektor industri, penerbangan, peralatan kesehatan, produk kayu, garmen, dan pariwisata .
Setelah menyepakati cetak biru tersebut, pemerintah Indonesia pada tahun 2008 bersama negara ASEAN lain membentuk ASEAN single window yang harus diaplikasikan kepada semua negara ASEAN. Dengan penggunaan single window diharapkan agar proses keluar masuk atau Export-Import barang akan lebih cepat dan menghemat proses birokrasi. Dan baru-baru ini pada tahun 2010, Indonesia dan negara-negara ASEAN lain menyepakati untuk mengurangi secara drastis atas hambatan transportasi terutama transportasi udara, sistem kesehatan, dan sektor turisme.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar