Minggu, 20 Oktober 2013

seminar AEC 2015


Dalam waktu dekat, negara- negara di kawasan Asia Tenggara akan memasuki fase baru dalam percaturan perekonomian global. Tepatnya pada 2015 nanti, ASEAN akan terintegrasi menjadi satu masyarakat ekonomi yang tergabung dalam ASEAN Economic Community (AEC). Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN Ke-19 yang diselenggarakan di Bali tanggal 17 November 2011, para pemimpin negara-negara ASEAN telah merumuskan kesepakatan bersama berupa pencapaian ASEAN Community yang dimulai dengan penerapan ASEAN Economic Community pada 2015.
ASEAN economic community (AEC) tahun 2015 merupakan suatu program bagi negara- negara ASEAN untuk lebih meningkatkan kualitas ekonomi khususnya perdagangan agar menjadi sebuah akses yang lebih mudah seperti menerapkan penghapusan bea masuk (Free Trade Area) untuk mewujudkan sebuah single market. Tentunya ini membuat banyak peluang khususnya bagi Indonesia untuk lebih meningkatkan kualitas produk- produknya maupun tenaga kerjanya yang profesional dalam memasuki tantangan ruang lingkup ASEAN community.
Keyakinan yang sering diutarakan oleh Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa kalau Indonesia bisa meningkatkan daya saing dan menjadi pemain utama dalam AEC ini bisa terwujud. Selain itu pemberlakuan ASEAN Economic Community (AEC) sudah didepan mata. Hatta minta semua daerah potensial di Indonesia, segera mempersiapkan diri. Hal itu agar Indonesia tak tergerus dalam percaturan ekonomi regional atau bahkan global.
Hatta juga berpandangan, dalam menghadapi ASEAN Community pada 2015 mendatang, masalah pokok yang harus dipecahkan Indonesia adalah meningkatkan daya saing dengan smua negara Asia Tenggara. Tanpa adanya kemampuan daya saing, Indonesia dengan status negara terbesar di kawasan ini, jangan hanya menjadi objek ASEAN Community.
Meskipun waktu menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN tinggal tiga tahun lagi, tentu banyak pihak-pihak yang optimistis, menyatakan bahwa meskipun Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya menyadari dan telah mengantisipasi bahwa 2015 tidak mungkin semuanya sempurna 100 persen. Sehingga, dalam rangka menuju AEC 2015, pihak-pihak yang bersangkutan tidak hanya berpikir bagaimana melangkah ke depan, melainkan juga mengonsolidasikan kekurangan-kekurangan apa yang terjadi selama ini.
Tentunya kita juga haruslah optimis dalam menyambut AEC 2015 tersebut, Indonesia sangatlah punya potensi dan modal yang kuat dalam menyukseskan program tersebut, karena dengan luasnya geografis negara kita, juga ditunjang dengan sumber daya alam yang sangat banyak dan juga sumber daya manusia yang mumpuni
Konsep utama dari AEC atau Masyarakat Ekonomi ASEAN adalah menciptakan ASEAN sebagai sebuah pasar tunggal dan kesatuan basis produksi dimana terjadi free flow atas barang, jasa, faktor produksi, investasi dan modal serta penghapusan tarif bagi perdagangan antar negara ASEAN yang kemudian diharapkan dapat mengurangi kemiskinan dan kesenjangan ekonomi diantara negara-negara anggotanya melalui sejumlah kerjasama yang saling menguntungkan. Konsep tersebut diharapkan dapat membentuk kawasan ini lebih dinamis serta kompetitif dibanding kawasan lainnya melalui mekanisme dan pengukuran baru.
Dan pada akhirnya, dengan optimisme kita dan kesiapan seluruh elemen masyarakat Indonesia baik dari segi SDM dan SDA-nya dalam menyambut ASEAN Economic Community tahun 2015 dapat menjadikan rakyat Indonesia menjadi sejahtera, pertumbuhan ekonomi yang didorong dari sektor UMKM terus berkembang, dengan sendirinya perekonomian rakyat terus meningkat, sehingga pembangunan menjadi merata tidak terpusat di Pulau Jawa, dengan begitu tingkat kemiskinan bisa terus berkurang. Yang terpenting sekarang adalah semua daerah harus bersiap untuk menghadapi  ASEAN Economic Community (AEC) 2015.
Indonesia sangatlah punya potensi dan modal yang kuat dalam menyukseskan program tersebut, karena dengan luasnya geografis negara kita, juga ditunjang dengan sumber daya alam yang sangat banyak dan juga sumber daya manusia yang mumpuni, sehingga keyakinan kalau Indonesia bisa menjadi meningkatkan daya saing dan menjadi pemain utama dalam AEC ini bisa terwujud.
Kita  tentu  berharap, adanya AEC 2015 akan memicu tumbuhnya pengusaha-pengusaha yang bukan hanya mampu bersaing di panggung nasional, tetapi juga mampu bersaing di tataran global. Peluang emas saat ini terpampang di depan mata. Sangat sayang jika peluang emas tersebut tidak bisa dimanfaatkan oleh Indonesia


Saat ini kota-kota besar di Indonesia semakin ramai padat kendaraan bermotor. Aktivitas manusia semakin beragam dan mereka membutuhkan kecepatan mobilitas. Transportasi memang merupakan faktor utama penunjang kegiatan bisnis. Tanpa transportasi tidak mungkin manusia mencapai tempat yang dituju. Karena itulah, bisnis transportasi sama pentingnya dengan bisnis makanan, karena tanpa transportasi maka segala kegiatan distribusi akan tersendat.

Bisnis transportasi merupakan bisnis yang potensial memberikan keuntungan. Bisnis ini terbagi-bagi berdasarkan jenis dan segmennya. Berdasarkan jenisnya, bisnis transportasi terdiri atas transportasi darat, transportasi laut, dan transportasi udara. Peluang usaha transportasi yang dibahas di sini adalah usaha transportasi darat, karena permodalan dan manajemen usaha transportasi darat dapat dikembangkan mulai dari skala kecil.

Bisnis transportasi darat terbagi lagi atas 4 jenis, yaitu usaha transportasi privat, semi privat, semi umum, dan transportasi umum.

1. Transportasi privat contohnya usaha antar-jemput sekolah ataupun karyawan. Usaha transportasi antar-jemput semacam ini dapat dikendalikan sendiri dan memiliki tingkat kepastian usaha yang tinggi, karena konsumen jasa antar-jemput biasanya adalah para langganan yang membayar bulanan, seperti halnya usaha rental atau 
rumah kos-kosan. Dalam jangka waktu 1 bulan Anda sudah pasti mendapat pemasukan.

Dalam bisnis transportasi privat seperti ini, Anda harus mempunyai kenalan dengan instansi-instansi yang mau menyewa jasa Anda secara tetap, sebagai langganan. Misalnya, orang dalam perusahaan atau sekolah. Yang Anda jual adalah kepercayaan. Jika Anda sudah punya jaringan orang dalam, tentu Anda akan merasa mudah menjalaninya. Namun bagaimana jika tidak ada satupun yang merekomendasikan Anda? Jasa transportasi yang digunakan oleh suatu instansi biasanya adalah jasa transportasi yang sudah dikenal kompetensi dan tanggungjawabnya. Untuk memulai bisnis ini, kenalan orang dalam menjadi syarat mutlak.

2. Usaha transportasi berikutnya adalah transportasi yang sifatnya semi privat, yaitu usaha rental mobil. Pada usaha ini, mobil yang sedang disewa tidak bisa disewa orang lain. Tarif standar minimalnya sekarang ini adalah Rp500.000,- per hari. Tapi dalam menjalankan bisnis sewa mobil ini, Anda perlu pintar-pintar mengontrol kebijakan penggunaan mobil. Perjanjian rentalnya harus jelas dan harus hitam di atas putih untuk menghindari masalah misalnya mobil dibawa kabur oleh penyewa. Atau dengan cara lain, misalnya dengan menyewakan mobil satu paket beserta sopirnya.

3. Usaha transportasi yang ke tiga adalah transportasi semi umum. Yang dimaksud di sini adalah bisnis travel. Bisnis travel ada dua jenis, yaitu travelkonvensional dan travel point to point. Pada travel konvensional, penumpang dijemput di suatu tempat dan diantar sampai ke tempat tujuannya. Keunggulan bisnis travel jenis ini adalah dalam hal pelayanan. Penumpang yang tidak tahu lokasi tujuan, tidak perlu khawatir akan tersasar, karena sopirnya sudah terlatih. Pelanggan pun akan sampai di tempat tujuan dengan perjalanan sekali tempuh. Travel jenis ini biasanya untuk perjalanan antarkota atau antarpulau. Travel jenis ini biasanya ramai pada hari-hari libur, sedangkan penumpang pada hari kerja biasanya sedikit.

Bisnis travel selanjutnya adalah point to point. Travel jenis ini adalah travel yang menawarkan jasa antar penumpang dari satu tempat pemberhentian tertentu ke tempat pemberhentian lain di kota lain. Jasa travel jenis ini mempunyai keunggulan terutama dari segi ketepatan waktu. Penumpang atau konsumen jasa travel semacam ini biasanya warga komuter yang mobilitasnya mingguan, tapi ada juga yang menggunakan jasa ini setiap hari. Sasaran penumpang bisnis travel ini adalah karyawan dan mahasiswa/pelajar.

4. Bisnis transportasi selanjutnya adalah transportasi umum, berplat kuning. Bisnis transportasi kendaraan umum memiliki trayek tertentu yang harus mempunyai izin pemerintah. Kendaraan telah ditentukan untuk hanya dapat melewati jalan-jalan tertentu dengan tarif yang juga sudah ditentukan oleh pemerintah. Bisnis seperti ini terbagi menjadi dua, yaitu kendaraan dalam kota dan antarkota. Kendaraan bertrayek dalam kota hanya beroperasi di satu kota, sedangkan transportasi umum antarkota misalnya seperti bus antarkota antar propinsi (AKAP). Bisnis ini mempunyai keuntungan yang sangat sedikit karena tarifnya tidak bisa ditentukan sendiri. Selain itu masyarakat yang menggunakannya adalah masyarakat yang sangat sensitif terhadap kenaikan tarif. Di pihak lain, kenaikan tarif yang ditentukan pemerintah biasanya berhubungan langsung dengan kenaikan harga BBM. Namun kelebihannya bisnis ini biasanya bertahan dalam jangka waktu lama.

Nah, setelah Anda mengetahui jenis-jenis bisnis transportasi, sekarang giliran Anda menentukan pilihan. Satu hal yang harus diperhatikan dalam bisnis ini adalah bahwa kendaraan Anda harus senantiasa dirawat, dan perawatan kendaraan ini agaknya akan memakan biaya yang cukup tinggi dibanding biaya lainnya. Selain kendaraan, untuk memaksimalkan layanan Anda terhadap pelanggan, Anda juga harus merekrut supir-supir yang terlatih dan dapat dipercaya. (dari berbagai sumber)

Indonesia dan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN[15]
Kebijakan Perdagangan  Indonesia(2009-2014)
Indonesia dengan posisinya sebagai salah satu negara ASEAN yang berpotensi besar dalam keberhasilan Perdagangan Bebas Regional. Dinamika faktual domestik dalam menjalankan bisnis diIndonesia (Doing Business 2008, World Bank) seperti buruknya infrastruktur, ketidakefisienan birokrasi, keterbatasan akses pendanaan, inkonsistensi kebijakan, peraturan tenaga kerja yang restriktif[16] menjadikannya sebagai negara yang kompleks.
Krisis ekonomi global yang bermula di Amerika Serikat telah menimbulkan berbagai tantangan dan kesulitan bagi negara berkembang termasuk Indonesia.  Meskipun demikian, Perekonomian Indonesia menunjukan daya tahan yang cukup baik di dalam menghadapi imbas turbulensi ekonomi global. Pada paruh pertama 2008, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 6 persen dan inflasi berhasil ditekan hingga dua digit.[17] Ancaman krisis ekonomi global tersebut pada dasarnya akan mendorong negara-negara untuk lebih memperhatikan kepentingan masing-masing negara. Selain itu munculnya kekuatan ekonomi baru Asia yaitu  China dan India juga turut menjadi rival bagi negara-negara ASEAN dalam sektor ekonomi khusunya penarikan investasi dan strategi perdagangan. Indonesia  dalam konteks ini berupaya memperbaiki dunia usaha dengan  kebijakan pemerintah yang menyetujui agenda pro-bisnis, seperti reformasi undang-undang Pajak Penghasilan pada tahun 2009. Tindakan ini perlu dilakukan sebagai upaya kongkrit untuk memberi ruang bisnis lebih kondusif bagi pelaku bisnis di dalam negeri termasuk dengan tidak mempercepat liberalisasi perdagangan.
Secara terperinci maka berikut ini dijabarkan butir-butir Pemikiran Perdagangan Indonesia yang dihasilkan pada Rapat Koordinasi Nasional KADIN 2008 dalam rangka pengembangan sektor perdagangan dan daya saing Indonesia di masa mendatang khususnya untuk tahun 2009-2014: pertama, meningkatkan daya saing perekonomian nasional. Peningkatan daya saing perlu mendapat perhatian lebih serius dari pemerintah dan dunia usaha, terutama dalam menghadapi peningkatan kompetisi di masa-masa mendatang. Kedua, keberpihakan pada kepentingan nasional. Ruang gerak bagi perusahaan nasional cenderung semakin sempit sejalan dengan peningkatan kompetisi dan semakin banyaknya pesaing global di pasar Indonesia. Ketiga, memperlambat laju liberalisasi perdagangan. Percepatan laju liberalisasi perdagangan pada beberapa dasawarsa terakhir telah membuat sebagian pelaku usaha dan produk Indonesia relatif terengah-engah untuk bersaing dengan kompetitor global. Perlu diberikan kesempatan selama periode tertentu bagi pelaku usaha Indonesia, khususnya menghadapi ancaman krisis ekonomi global, untuk menata diri dan meningkatkan daya saingnya. Keempat, meningkatkan penggunaan produk indonesia. Berbagai kebijakan pemerintah serta langkah bersama dunia usaha dan masyarakat terbukti efektif untuk meningkatkan penggunaan dan kegemaran pada produk Indonesia. Kelima, meningkatkan promosi ekspor terpadu. Diperlukan keterpaduan promosi untuk meningkatkan ekspor Indonesia, baik dari segi penyelenggaraan maupun program. Keenam, meningkatkan kiprah ekspor UKM. Penyediaan fasilitas, program pelatihan dan pendanaan bagi usaha berskala kecil dan menengah perlu terus ditingkatkan, khususnya kiprah UKM dalam perdagangan internasional. Ketujuh, menata sistem perdagangan nasional. Perubahan peta kompetisi dan aturan main perdagangan dunia menuntut penataan menyeluruh atas sistem perdagangan Indonesia, termasuk di dalamnya menuntaskan RUU Perdagangan yang masih tertunda penyelesaiannya untuk memberi pedoman usaha perdagangan lebih jelas dan menghasilkan nilai tambah bagi peningkatan kesejahteraan bangsa. Kedelapan, Membangun Sinergi Peran perdagangan dalam perekonomian nasional semakin penting dan membutuhkan keterpaduan langkah dari segenap pihak terkait. Diperlukan sinergi pemerintah dan dunia usaha untuk mendorong peningkatan kontribusi perdagangan dalam pembangunan nasional.[18]
Indonesia dan Perdagangan Bebas ASEAN
Era globalisasi saat ini merupakan  momentum yang strategis bagi bangsa Indonesia melakukan upaya untuk mensiasati perdagangan bebas dengan anti dumping dan kebijakan non tarif lainnya serta melaksanakan kebijakan tarif yang yang pro perusahaan skala UKM (Usaha Kecil Menengah) dan memperhatikan penyerapan tenaga kerja di dalam negeri.[19]
‘Nasionalisme dalam Perdagangan Bebas’ adalah tema yang diangkat pada Rakornas KADIN 2008. Memantapkan langkah Indonesia untuk semakin percaya diri dengan perdagangan bebas dan konsisten dengan nasionalisme. Butir-butir pemikiran sebagai arahan kerja perdaganganpun memuat hal ini. Indonesia  berada pada barisan optimis bahwa mampu memanfaatkan peluang keuntungan perdagangan bebas dengan upaya empowerment produk domestik danencourage perusahaan Indonesia agar dapat bersaing di pasar domestik dan global. Dukungan atas orientasi Indoenesia dalam pengembangan perdagangan bebas  ini tercantum dalam visi dan misi ASEAN Economic Communiuty dinas perdagangan republik indonesia yaitu :
Memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi, perdagangan dan investasi diantara para Pihak; Meliberalisasikan secara progresif dan meningkatkan perdagangan barang dan jasa serta menciptakan suatu rezim investasi yang transparan, liberal dan mudah; Menggali bidang-bidang baru dan langkah-langkah pengembangan yang tepat untuk kerjasama ekonomi yang lebih erat diantara para Pihak; dan Memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif dari negara-egara Anggota ASEAN yang baru, dan menjembatani perbedaan pembangunan diantara para Pihak.
Kepercayaan diri Indonesia melalui kebijakan-kebijakan yang pro terhadap kerjasama ekonomi ASEAN tersebut didasrkan pada sejumlah potensi Indonesia yang dapat menunjang kepentingan ekonomi Indonesia. Diantaranya, dengan Jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar dan sebagai negara kepulauan yang sangat luas menjadikan Indonesia sebagai pasar yang sangat besar dan potensial bagi produk-produk dalam dan luar negeri. Indonesia juga dikenal sebagai negara pengekspor berbagai bahan mentah, barang jadi maupun barang konsumsi ke mancanegara. Selain itu,faktor rentang geografis wilayah Indonesia yang sangat luas dan terdiri dari ribuan pulau, sehingga faktor distribusi dan perdagangan dalam negeri menjadi sangat penting, disamping itu aspek perdagangan internasional juga perlu mendapat perhatian utama sebagai penghasil devisa.
Memperhatikan keanggotaan Indonesia pada pasar bebas di ASEAN merupakan momentum yang tepat. Restrukturisasi arah dan kebijakan perekonomian dengan bertumpu pada pasar dalam negeri dan potensi sumber daya alam nasional untuk menjawab tantangan global dapat dijalankan. Indonesia tidak boleh kehilangan momentum untuk bangkit ke pentas perekonomian dunia sebagai salah satu negara yang layak untuk diperhitungkan.
Singapura dan ASEAN  Free Trade Area[20]
Singapura merupakan salah satu negara Asia Tenggara yang  juga merupakan negara anggota ASEAN. Jika dilihat dari ukuran geografisnya, Singapura adalah negara yang kecil. Begitu pula dengan sumber daya alamnya, Singapura merupakan negara yang sangat minim sumber daya alam. Bahkan untuk pasokan air pun harus mengimpor dari Malaysia dan Indonesia.  Akan tetapi, apabila diukur dari ekonominya, maka Singapura bukan merupakan negara yang dapat dipandang sebelah mata. Dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN lainnya, Singapura menjadi negara yang memiliki tingkat perekonomian yang tinggi.
Menyadari akan minimnya sumber daya alam yang dimiliki, Singapura memaksimalkan potensi pengelolaan perkonomiannya melalui perdagangan. Perekonomian singapura di­arahkan untuk menguasai pasar luar negeri, menarik sebanyak mungkin investasi asing, dan mencetak tenaga trampil untuk untuk mendukung potensi pasarnya. Singapura memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2010 mencapai 9%, melesat jika dibandingkan dengan kontrak 2 % per tahun.[21]
Dalam menanggapi kesepakan ASEAN Free Trade Area, Singapura menjadi negara ASEAN yang paling siap menghadapi perdagangan bebas tersebut. Hal ini disebabkan karena perekonomian Singapura yang sangat tinggi. Selain itu juga, Singapura telah mempunyai 14 hubungan bilateral dan multilateral yang telah dituangkan dalam persetujuan dagang bersaing dengan negara-negara seperti Cina dan Norwegia.[22] Tidak hanya itu, dalam tantangan menghadapi pasar bebas ASEAN-Cina pun, Singapura lagi-lagi tidak memiliki kekhawatiran yang begitu besar seperti negara anggota ASEAN lainnya. Ketidakhawatiran ini lantaran volume ekspor Singapura lebih besar ketimbang ketergantungan mereka terhadap produk asal Cina.[23] Jadi tidak ada kekhawatiran dalam benak Singapura.
Free trade area sejatinya bukan merupakan hambatan bagi Singapura dalam meningkatkan pertumbuhan ekonominya. Free trade area justru merupakan peluang besar bagi Singapura, lihat saja betapa agresifnya Singapura  menyetujui kesepakatan ini. Singapura sebagai zerro tariff country mendapatkan banyak keuntungan dengan adanya kesepakatan tersebut. Menurut Singapura, dengan adanya pasar bebas, maka negara-negara ASEAN akan membawa dampak positif dimana setiap negara mampu bersaing dengan maksimal dalam pasar bebas ini. Selain itu pasar bebas juga mampu mengundang investor-investor asing untuk menanamkan modalnya di negara-negara ASEAN. Dan hal ini dapat terwujud apabila negara tersebut mampu bersaing dan memanfaatkan peluang ini dengan sebaik-baiknya.Pasar bebas juga berdampak positif  bagi konsumen. Konsumen akan semakin kritis untuk memilih suatu produk, sehingga produsen pun akan selalu melakukan peningkatan kualitas produknya. Dampaknya akan sangat positif bagi konsumen.
Pasar bebas menciptakan market creation di mana barang dan jasa yang tidak efisien dalam suatu pasar digantikan oleh barang dan jasa yang lebih efisien melalui mekanisme impor. Hal tersebut akan mendorong pelaku pasar domestik untuk bertindak efisien dalam berproduksi, sehingga mewujudkan daya saing produk melalui variabel harga dan variabel produk (kualitas) yang mampu bersaing dengan produk impor lainnya. Dari sudut pandang konsumen, pasar bebas menjanjikan keuntungan. Konsumen dapat menentukan pilihan dengan membeli barang yang murah dan berkualitas.
Singapura memandang dengan adanya Free trade ini negara-negara akan bersaing dengan maksimal. Negara-negara ASEAN yang mungkin selama ini belum mampu memainkan peranannya secara maksimal, maka dengan adanya Free trade ini diharapkan mampu maksimal. Selain itu juga mampu bercermin pada negara yang sudah mapan secara ekonomi. Karena memang pada dasarnya Free trade area lebih menguntungkan negara yang perekonomiannya telah mapan  seperti Singapura. Dan hal ini tentunya dapat menjadi motivasi negara-negara lain untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya sehingga mampu bersaing dalam perdagangan internasional.
Berbagai dampak positif tersebut menunjukkan bahwa tidak ada alasan bagi negara-negara ASEAN untuk menolak kesepakatan Free Trade Are, terlebih bagi Singapura yang secara persiapan lebih siap dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN lainnya.

Posisi Indonesia dalam ASEAN Economic Community 2015 (VOE, edisi agustus)

ASEAN Economic Community (AEC) adalah salah satu dari 3 pilar konsep ASEAN Integration yang telah disetujui bersama oleh Kepala Negara dari 10 negara anggota ASEAN dalam pertemuan di Bali tahun 2003 yang dikukuhkan lewat Declaration of ASEAN Concord II atau yang dikenal dengan BALI Concord II. Konsep utama dari AEC adalah menciptakan ASEAN sebagai sebuah pasar tunggal dan kesatuan basis produksi dimana terjadi free flow atas barang, jasa, factor produksi, investasi dan modal serta penghapusan tarif bagi perdagangan antar negara ASEAN yang kemudian diharapkan dapat mengurangi kemiskinan dan kesenjangan ekonomi diantara negara-negara anggotanya melalui sejumlah kerjasama yang saling menguntungkan .

Melalui terwujudnya AEC, yang utama posisi tawar ASEAN di perekonomian global menjadi lebih kuat. Kemudian kesempaatan lainnya yang melihat dari tujuan AEC yang dideklarasikan melalui Bali Concord II yaitu terciptanya wilayah ekonomi ASEAN yang stabil, makmur, dan sangat kompetitif dimana terjadi aliran bebas atas barang, jasa, investasi dan modal, pembangunan ekonomi yang merata dan mengurangi kesenjangan sosial ekonomi di tahun 2020 .

Melalui free flow of investment, masalah ketidakseimbangan pendanaan di Negara-negara ASEAN diharapkan teratasi, dengan menguatnya posisi tawar ASEAN sebagai sebuah komunitas ekonomi yang terintegrasi diharapkan investasi asing langsung (FDI) akan tersalurkan ke ASEAN dimana semua anggotanya dapat merasakan manfaat dana tersebut tidak hanya sebagian negara saja jika masing-masing bergerak sendiri mengatasnamakan negara masing-masing. Dalam hal ini yang diuntungkan adalah Negara-negara berkembang dan tentunya Negara miskin di dalam ASEAN karena selama ini ASEAN dilihat dari sisi ekonomi terbagi seolah dalam beberapa kelompok 1)Negara yang mengalami “Significantly transformed economies” yang bisa disejajarkan dengan Negara maju yaitu Singapura, 2)Negara dengan “Emerging Economies” yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan VietNam, dan 3) Negara yang termasuk ke dalam “poorest nations” di dunia seperti Laos, Myanmar dan Kamboja . 

Dalam hal merebut FDI yang masuk ke ASEAN sebagai sebuah komunitas ekonomi terintegrasi nantinya, Indonesia harus mau dan mampu membenahi sistem hukum dan peraturan terkait penanaman modal asing dan factor-faktor lain yang menjadi pertimbangan bagi investor. Faktor keamanan nasional dan jaminan akan iklim usaha dan perlindungan bagi dana investor yang masuk. Permasalahan yang masih muncul dalam penanaman FDI ke sejumlah Negara ASEAN adalah karena terkendala faktor national law yang lebih banyak melindungi investor lokal. Indonesia menghadapi dilema tentang hal ini, dimana dalam negeri menuntut lebih diberinya kesempatan investor dalam negeri atas nama nasionalisme sedangkan kebutuhan akan FDI dan komitmen akan AEC juga perlu dijalankan. UU penanaman Modal Asing di Indonesia masih dianggap belum “mengundang” bagi investor asing sedangkan di dalam negeri UU ini dianggap telah merugikan pelaku usaha nasional dan mengabaikan peran pemerintah dalam melindungi asset bangsa.

Dengan memanfaatkan aliran bebas dalam barang, tenaga kerja, modal yang diiringi dengan teknologi, melalui konsep AEC ini idealnya akan terjadi transfer keahlian dan teknologi dari ‘brand leader” di ASEAN kepada perusahaan lokal di Negara-negara anggota yang masih tertinggal di bidang perekonomian untuk memperbaiki budaya usaha dan meningkatkan kapasitas serta kualitas produksi.

Tantangan dalam terwujudnya aliran bebas barang dan jasa dalam AEC adalah karena masih berlakunya tariff perdagangan antar Negara ASEAN meskipun 6 negara ASEAN termasuk Indonesia telah sepakat secara nyata mengurangi tariff perdagangan didalam ASEAN untuk sejumlah barang yang termasuk kedalam Inclusion List (IL) hingga menjadi maximum hanya 5%. Table berikut memuat daftar tariff perdagangan sejumlah Negara ASEAN untuk perdagangan intra-regional 

Harapan dengan terwujudnya zero trade tariff di AEC adalah terbentuk pasar tunggal ASEAN yang potensial, hal ini akan sangat berguna seperti masa sekarang saat demand dari Amerika dan eropa sedang turun terhadap produk ekspor Negara Asia dan ASEAN seperti Indonesia. ASEAN memiliki keunggulan jika memang dapaat terbentuk sebuah single market yang kuat, karena ASEAN sebenarnya memiliki market fragmentation yang lebih luas daripada China .

Hal lain yang menjadi tantangan bagi aliran bebas barang adalah adanya ketidaksamaan kualitas barang produksi dan peraturan teknik di industry masing-masing Negara. Demi terwujudnya pemerataan kualitas produksi maka ASEAN coordinating Committee on Standards and Quality (ACCSQ) telah bekerja dalam memastikan bahwa Negara-negara di ASEAN mulai memperbaiki kualitas proses produksi dan hasil produksi agar setara dan dapat sama-sama bersaing dalam pasar global serta terjadi arus barang yang saling menguntungkan dalam pasar intra-regional ASEAN . Keuntungan bagi Indonesia adalah adanya standar kualitas di ASEAN membuat produsen local Indonesia menjadi terpacu untuk memperbaiki kualitas sehingga produknya lebih baik dan lebih berdaya saing keluar.

Tantangan bagi Indonesia dalam AEC diantaranya ketidaksiapan kebijakan ekonomi yang mendukung, undang-undang dan tenaga kerja serta pelaku dunia usaha tanah air yang belum siap secara kualitas dalam meraih kesempatan yang ada dan bersaing head-to-head bersaing dengan negara lain dengan kondisi perekonomian yang lebih kuat dibanding Indonesia.

Kekhawatiran yang ditakutkan dari AEC adalah nantinya Indonesia akan banyak diserang oleh tenaga kerja-tenaga kerja asing yang lebih berkualitas, modal asing yang berlebihan sumbangannya bagi perekonomian atau masuknya produk-produk asing yang lebih murah dengan kualitas lebih baik sedangkan kondisi di dalam negeri tenaga kerja kita masih banyak yang bekum terdidik dan terlatih, usaha local lemah dipermodalan dan kualitas pengelolaan usaha dan produk dalam negeri kalah bersaing, sehingga akibatnya kita tidak akan bisa mewujudkan mimpi menjadi “tuan di negeri sendiri”.

Permasalahan yang juga kemudian muncul dari AEC ini adalah kemungkinan adanya national interest yang lebih diutamakan dalam proses penyatuan ini, sehingga akan ada pendahuluan kepentingan masing-masing Negara dibandingkan kepentingan bersama yang disepakati demi kemajuan komunitas. 

ASEAN Economic Community 2015 dimana Indonesia berkomitmen penuh untuk mewujudkannya bersama dengan sejumlah Negara anggota ASEAN lainnya telah menyediakan konsep yang member kesempatan bagi semua anggotanya dalam mengambil benefit termasuk bagi Indonesia, yang diperlukan adalah bagaimana Indonesia sebagai bagian dari komunitas ASEAN berusaha mempersiapkan kualitas diri untuk dapat mengambil kesempatan tersebut dan bersaing dengan Negara tetangga di ASEAN sehingga ketakutan akan “kalah bersaing” di negeri sendiri akibat terbentuknya AEC tidak terjadi.


12TuesdayMar 2013
Posted by fmeindonesia in FEB UGMUncategorized
Indonesia boleh saja berbangga dengan pertumbuhan ekonomi yang terbilang stabil di beberapa tahun terakhir. Pertumbuhan ekonomi yang cenderung stabil bahkan berkembang  di tengah krisis global adalah sebuah prestasi tersendiri bagi Indonesia. Ditambah lagi dengan perkembangan status ekonomi masyarakat kelas menengah ke atas yang tergolong pesat.  Namun tantangan global terus mengiringi perjalanan Indonesia menuju negara maju. Wujud nyata tantangan tersebut dimulai dari ruang lingkup regional. ASEAN Economic Community (AEC) 2015 akan menjadi tantangan sekaligus peluang Indonesia dalam waktu dekat. Tantangan tentu saja tidak bisa dihadapi tanpa adanya persiapan dan kekuatan yang matang dari segenap sektor yang dipengaruhi oleh era kebebasan perdagangan ini. Pertanyaannya adalah, seberapa “siapkah” Indonesia dalam menghadapi AEC 2015?
ASEAN Economis Community merupakan salah satu bentuk Free Trade Area(FTA) dan berlokasi di kawasan Asia Tenggara. AEC ini terintegrasi lewat kerja sama ekonomi regional yang diharapkan mampu memberikan akses yang lebih mudah, tidak terkecuali perdagangan. Indonesia adalah market yang cukup besar bagi produsen-produsen suatu produk menawarkan barangnya. Banyak produsen luar negeri beranggapan Indonesia menjadi salah satu sasaran pemasaran yang paling menguntungkan dibandingkan negara-negara berkembang lainnya. Dengan diterapkannya blueprint perdagangan tanpa batas yang diramal terjadi di tahun 2015 mendatang tentunya Indonesia memiliki peluang sekaligus tantangan dalam hal perdagangan internasional. Tarif yang hampir 80% menggunakan zero percent tentunya akan mempermudah Indonesia memasuki pangsa pasar bahan baku dari negara tetangga, mengingat tidak semua bahan baku ada di Indonesia. Keadaan ini akan memicu persaingan yang lebih kompetitif baik dalam lingkup domestik maupun internasional. Disamping itu, nama Indonesia yang dikenal sebagai market potensial dengan jumlah penduduk yang besar diharapkan mampu menarik para investor luar negeri yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia. Tentu saja di sini pemerintah mempunyai peranan penting dalam mengatur kebijakan terhadap para investor agar tidak saja mencari keuntungan, tetapi mampu meningkatkan tingkat perekonomian Indonesia. Jika pemerintah tidak melakukan analisis terhadap permasalahan tesebut, beberapa sektor industri akan mengalami titik kelemahan ketika FTA benar-benar diimplementasikan. Negara-negara di ASEAN yang dikenal sebagai komoditi ekspor berbasis sumber daya alam terbesar di Asia juga menjadikan peluang dalam persaingan pasar produksi dengan surplus pada neraca transaksi. Konsentrasi perdagangan ke luar ASEAN memang mengalami penurunan sejak tahun 1993 dari 80% menjadi sekitar 73% pada akhir tahun 2008. Keadaan ini berbanding terbalik dengan perdagangan intra-ASEAN yang meningkat dari 19% menjadi 26% di tahun yang sama. Indonesia yang menjadi salah satu pemain penting dalam percaturan dagang di ASEAN memiliki presentase impor yang tidak berimbang dengan ekspor baik dalam lingkup intra-ASEAN maupun ke luar ASEAN. Keadaan ini harus dipahami oleh pemerintah sehingga nantinya terdapat solusi sebelum perdagangan bebas mendominasi pangsa pasar.
Tantangan muncul ketika peluang menghadirkan berbagai resiko di dalamnya. Tantangan yang harus dihadapi Indonesia menghadapi perdagangan bebas tidak hanya berada pada permasalahan dometik, tetapi di dalam lingkup internasional khususnya kawasan Asia Tenggara. Kinerja ekspor menunjukkan Indonesia berada pada peringkat ke-4 di kawasan ASEAN di bawah Singapura, Malaysia, dan Thailand di akhir tahun 2008. Di samping itu kinerja impor juga tidak menunjukkan kekuatan Indonesia sebagai negara penghasil bahan baku dengan berada pada peringkat ke-3 di bawah Singapura dan Malaysia di tahun yang sama. Apabila kondisi daya saing tidak segera diperbaiki, defisit terhadap negara-negara tersebut akan semakin membesar dan menjadi ancaman yang sangat serius bagi perekonomian Indonesia. Keadaan ini sebenarnya bisa diperbaiki dengan memperbaiki produk-produk yang akan diproduksi. Produk-produk yang diciptakan oleh negara-negara ASEAN selama ini menunjukkan kesamaan yang akan berakibat pada persaingan yang cenderung monoton.Indonesia harus secara teliti melihat keadaan ini sebagai peluang atau tantangan, melihat negara ini memiliki sumber daya alam yang lebih dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya.
Indonesia dalam KTT ASEAN ke-21 di Phnom Penh tahun 2012, ditunjuk sebagai motor penggerak dalam mengintegrasikan kekuatan Asia Tenggara di dunia global. Bersama-sama dengan Singapura dan Thailand, Indonesia berada di baris terdepan dalam mengimplementasikan konsep-konsep yang telah disepakati. Keadaan ini diperkuat dengan optimisme Menteri Perdagangan RI Gita Wiryawan yang menyebutkan bahwa AEC ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri dan pendapatan per kapita. Dengan konsep Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) diharapkan mampu meningkatkan posisi tawar dalam perekonomian global bersaing dengan blok-blok integrasi lainnya di luar Asia. Tentunya peluang ini harus dimaksimalkan oleh seluruh negara ASEAN dengan persiapan di semua sektor. Tujuan utama dari 10 negara ini adalah tingkat perekonomian yang merata di samping mendapatkan kemudahan akses ekonomi regional. Melihat keadaan memang tidak selalu seperti yang diharapkan. Persaingan yang terlalu kompetitf memicu kesenjangan ekonomi antar negara. Singapura misalnya, negara dengan pendapatan per kapita tertinggi di ASEAN ini tentunya tidak bisa dibandingkan bahkan disamaratakan dengan negara-neara berkembang di kawasan Asia Tenggara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang harus teliti dan cermat dalam “kebebasan” ini. Peluang dan tantangan harus dianalisis, ditanggapi, dan diimplementasikan secara konseptual sehingga nantinya Indonesia tidak hanya menjadi marketbagi para investor luar saja, melainkan mampu mengendalikan pasar internasional.
Putu Yunartha Pradnyana Putra
Staff Departemen Kajian Strategis BEM FEB UGM
12TuesdayMar 2013
Posted by fmeindonesia in FEB UGMUncategorized
Association of South East Asian Nation (ASEAN) dengan mantap memastikan diri masuk dalam babak baru percaturan geoekonomi dan geopolitik global. Hal ini ditandai dengan ekonomi China, India sebagai mitra utama ASEAN melaju pesat. Posisi ASEAN sebagai kawasan strategis diintegrasi dengan beberapa langkah strategis yang diambil organisasi yang beranggotakan 10 negara di Asia Tenggara minus Timor Leste ini dalam mewujudkan ASEAN Community. Dalam mewujudkan ASEAN Community ini ada tiga pilar utama, yaitu pilar pertama politik-keamanan dengan menciptakan ASEAN Political Security Community (APSC), pilar kedua ekonomi dengan upaya menciptakan ASEAN Economic Community (AEC) dan pilar ketiga sosial-budaya dengan upaya mewujudkan ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC). Melihat visi ASEAN ke depan, sekarang mari kita lihat lebih lanjut bagaimana kesiapan perekonomian bangsa Indonesia menghadapi AEC 2015.
Sebelum kita merumuskan langkah strategis ekonomi yang diambil oleh pemerintah Indonesia menghadapi AEC 2015, mari kita lihat pokok permasalahan-permasalahan yang sekiranya perlu dipersiapkan oleh Indonesia menghadapi AEC 2015 dan juga melihat bagaimana posisi Indonesia di pasar ASEAN. Berdasar analisis dari Road Map HIPMI, setidaknya terdapat tiga indikator yang digunakan untuk meraba posisi Indonesia di ekonomi ASEAN. Pertama, pangsa ekspor Indonesia ke negara-negara ASEAN cukup besar. Nilai ekspor Indonesia ke Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand mencapai 13,9 persen dari total ekspor Indonesia pada 2005. Kedua, daya saing ekonomi Indonesia buruk dibandingkan negara ASEAN lainnya. Sebagaimana yang dilaporkan oleh Forum Ekonomi Dunia dalam Global Competitiveness Index 2011-2012, peringkat Indonesia turun menjadi peringkat 46 dari peringkat 44 pada 2010. Ketiga, percepatan investasi di Indonesia tertinggal bila dibandingkan negara ASEAN lainnya. Selain akibat dari sisa krisis ekonomi, rendahnya investasi dipicu pula oleh buruknya infrastruktur ekonomi, kelambanan birokrasi, dan mahalnya izin usaha. Berkaitan dengan hal ini, Indonesia harus serius mempersiapkan diri.
            Selanjutnya untuk mewujudkan kesiapan dibidang ekonomi Indonesia dalam menyongsong ASEAN Community 2015, kebijakan-kebijakan dan langkah strategis yang berkaitan dengan peningkatan daya saing produk Indonesia untuk pasar global dan penanganan strategis untuk poin ketiga dalam indikator posisi Indonesia di ekonomi ASEAN. Untuk menghadapi AEC 2015 tiga langkah strategis ini mungkin harus segera dipersiapkan: meningkatkan kesiapan sarana dan prasarana transportasi dan komunikasi yang mengkoneksikan seluruh wilayah Indonesia sebagai negara kepulauan dalam satu kesatuan, penerapan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mendukung pemajuan kualitas produksi pangan dan non pangan secara berkelanjutan dan ramah lingkungan, dan mewujudkan Badan Publik (Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif) yang transparan, akuntabel menuju good governance dan clean government(Tatakelola pemerintahan yang baik dan pemerintahan yang bersih) atau anti KKN. Dalam rangka meningkatkan kesiapan sarana dan prasarana, Kementerian PU, Perhubungan, Pemerintah daerah secara sinergi membangun infrastruktur transportasi di seluruh wilayah Indonesia khususnya sentra-sentra produksi pertanian, peternakan, perkebunan dan perikanan baik transportasi darat, laut dan udara dengan memperhatikan sistem yang berkelanjutan dan kelestarian alam dan lingkungan. Sebagai contoh adalah Kementerian Perhubungan, Kementerian PU dan Pemda membangun jaringan prasarana dan penyediaan sarana transportasi antar moda, antar pulau yang terintegrasi seperti membangun terminal bandara, terminal angkutan darat dan pelabuhan laut baik skala internasional, antar provinsi dan antar pulau kecil, terluar dan tertinggal. Selanjutnya untuk langkah strategis kedua, Kementerian Ristek dan BPPT bersama pemangku kepentingan lainnya sudah seharusnya dapat mengoptimalkan pelaksanaan Undang-undang Nomor 18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam rangka meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global. Namun, kedua langkah strategis tersebut tidak akan dapat berjalan apabila langkah strategis ketiga ini tidak dapat dijalankan oleh pemerintah Indonesia. Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan Komisi Informasi Pusat bersama organisasi non pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat yang peduli terhadap perwujudan pemerintahan yang bersih secara sistemik harus mampu melaksanakan undang-undang No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik dengan cara-cara sosialisasi, edukasi, pengawasan, pengecekan dan penyelesaian sengketa  informasi publik. Pada akhirnya dengan dapat memenuhi tiga langkah strategis di atas seluruh faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia, seperti SDA, SDM, teknologi, budaya, dan modal, dapat berkembang secara koheren bersiap menghadapi AEC 2015
   Patrick Kuntara Harpranata Silangit 
Staff Departemen Kajian Strategis BEM FEB UGM
11MondayMar 2013
Posted by fmeindonesia in FEB UGM
Globalisasi dan perkembangan zaman yang tiada matinya menuntut setiap orang untuk maju dan bersaing.Tidak hanya manusianya saja, negara maju pun dituntut kritis dan sigap dalam perkembangan zaman modern ini.Negara-negara maju bahkan telah mempersiapkan beberapa strategi mulai dari melakukan kerjasama regional maupun bilateral yang meguntungkan kedua belah pihak.Tidak mengherankan jika negara ASEAN tidak mau ketinggalan membentuk komunitasnya sendiri dalam rangka berjuang  menunjang popularitas negara mereka di panggung Internasional. Begitu pula Indonesia. Indonesia yang bergabung dalam ASEAN (Association of South East Asia Nation) mengambil langkah untuk bergabung dalam Asean Economic Community(AEC).
Sekilas balik mengenai AEC atau Masyarakat Ekonomi Asean merupakan salah satu tindak langkah negara-negara Asean dalam rangka menjaga stabilitasi politik dan keamanan regional Asean,meningkatkan daya saing kawasan secara keseluruhan di  pasar dunia,meningkatkan standar hidup penduduk  Negara Asean, dan sekaligus menigkatkan pertumbuhan ekonomi anggotanya.Komunitas 10 negara yang terdiri dari hasil pertemuan Menteri Ekonomi Asean pada bulan Agustus 2006 ini nantinya bergabung  menjadi seolah tanpa batas, seperti Masyarakat Ekonomi Eropa yang kini bersatu menjadi Uni Eropa (European Union).
AEC  sebagai peluang datangnya ancaman, kerap kali dihubungkan oleh kebanyakan orang dari latar belakang fenomena ekonomi yang kerap kali rentan dengan persiapan yang matang tetapi tidak dibarengi dengan penerapan maksimal.Sebagai contoh konkrit, kemajuan ekonomi Indonesia untuk bersaing secara global membutuhkan setidaknya Sumber Daya Manusia yang matang secara usia, mantap dalam akademik,dan siap bersaing di dunia kerja.Berbagai cara ditempuh,seperti mencanangkan program wajib belajar disertai dengan subsidi pendidikan menjadi katalis perkembangan SDM Indonesia.Hal ini berbuah manis ketika hasil survey Human Development Report 2006, UNDP,Indonesia mengalami perkembangan pesat dalam Perkembangan Angka Melek Huruf dimana tahun 1999 berada di point 79,5 , dan  di tahun 2004  berada di point 90,4.Pemerintah pun terus menambah anggaran pendidikan dan kesehatan di tiap tahunnya.
Sangat disayangkan usaha untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia ini masih berjalan lamban dan belum menghasilkan dampak konkrit. Hal ini terbukti dari survey Human Development Report (HDR) tahun 2006 mengatakan Indonesia menempati urutan 108 dari 177 negara yang di survey dengan indeks HDI 0,711 pada level medium human development.Tidak jauh berbeda dari hasil survei diatas, Human Development Indeks (salah satu indikator pembangunan SDM) yang dikeluarkan oleh UNDP untuk tahun 2011 menunjukkan bahwa Indonesia hanya menempati posisi 124 dari 187 negara yang disurvei. Negara komunitas AEC lain masih lebih unggul dalam pembangunan SDM, seperti Singapore yang memimpin Asean di posisi ke-26,  Brunei (33), Malaysia (61), Thailand (103) dan Filipina (112).
Urutan HDI Negara-negara Asean Tahun 2006
No
Negara
Urutan
Indeks
1
Brunei Darussalam
34
0,871
2
Kamboja
129
0,583
3
Indonesia
108
0,711
4
Laos
133
0,553
5
Malaysia
61
0,805
6
Myanmar
130
0,581
7
Filipina
84
0,763
8
Singapura
25
0,916
9
Thailand
74
0,784
10
Vietnam
109
0,709
Sumber: Human Development Report 2006, UNDP
Berbagai strategi disusun dalam rangka menaikkan Indek Pembangunan Manusia (IPM) melalui Peningkatan Manusia Indonesia (PMI). Namun, IPM Indonesia masih dibawah anggota Asean lainnya yaitu Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand, dan Filipina.Sangat disayangkan jika banyak generasi muda sekarang , terutama civitas akademis yang tidak tahu bahkan ‘tidak peduli’ dengan Indek Pembangunan Manusia (IPM) dan penerapan AEC 2015 mendatang.   Hal ini diperparah dengan kurangnya sosialisasi pemerintah merealisasikan rencana dan  pergerakannya menghadapi AEC 2015.Pemerintah hanya menetapkan kebijakan sendiri tanpa merealisasikan dampak dan peluang AEC ke depannya pada masyarkat, sehingga banyak masyarakat terutama civitas akademis yang acuh tak acuh dengan permasahan global ini.
Di lihat dari sisi ketenagakerjaan di Indonesia, AEC akan menggerakkan setiap angkatan kerja,baik profesional,tenaga ahli,manajer,analisis, bebas bekerja dimana saja tanpa halangan ataupun batasan di kawasan Asean, termasuk di Indonesia.Setiap orang akan berlomba-lomba mencari pekerjaan di perusahaan  Asean lain yang mampu mempekerjaan mereka dengan imbalan yang lebih dibanding bekerja di negeri sendiri. Akibatnya? Hanyalah masyarakat yang tidak memiliki keterampilan ataupun masyarakat yang menanamkan secara baik jiwa nasionalismenya berjuang di negara sendiri demi sebuah amanat sang pejuang.Tidak mengherankan jika akan semakin banyak kasus  kekerasan tenaga kerja Indonesia yang dipertontonkan di media massa karena keahlian berbanding terbalik dengan upah yang diangung-agungkan.
Sementara  itu, hal yang membuat saya bingung adalah ketika Menteri Kordinator Perekonomian Indonesia,Hatta Rajasa menegaskan,Indonesia harus jadi basis produksi di Asean,bukan(hanya)menjadi  pasar pada AEC 2015.Lanjut beliau, kunci dari keberhasilan Indonesia terletak pada“infrastruktur dan konektivitas”.Akibatnya ,selama 3 tahun ini pemerintah gencarnya membangun sarana infrastruktur dan membangun konektivitas di negara kawasan lain.Pernyataan yang timbul dari benak saya adalah jika pemerintah  Indonesia hanya berfokus mendahulukan Sumber Daya Alam yang melimpah saja dan menjadikan Indonesia produsen terbesar dalam SDAnya tanpa memedulikan kualitas SDMnya,bagaimana dengan nasib warga yang tidak memiliki keahlian?bagaimana kita mengolah semua SDA itu?Akankah investor asing akan berdaulat atas kita dan rumah kita?Jika produk tak dapat bersaing, akankah produk negara Asean lain menjadi tuan rumah atas negara kita? bagaimana Indonesia bertahan di tengah serbuan produk Negara Asean lain tanpa adanya kreativitas dan pendidikan yang  sumbernya dari bibit-bibit unggul SDMnya? Hal inilah yang memunculkan banyak polemik bangsa jika pemerintah hanya akan membuang anggaran untuk infrastruktur yang bersifat “sementara” tanpa memikirkantrade-off  keakhlakan manusia yang “kekal”,sumber perkembangan infrastruktur temuan manusia itu sendiri.Jika Indonesia mantap dan mampu dari luar,tetapi kurang dari dalam,pasti akan sama buruknya dan tidak ada gunanya.
Persoalan lain yang perlu dibenahi adalah Indonesia masih terlalu sibuk dengan hiruk pikuk politik ,menyambut pilpres 2014. Pembenahan sektor SDM,  termasuk pendidikan dan ketenagakerjaan seharusnya segera menjadi prioritas pemerintah agar Indonesia bisa berbenah diri dan bersiap menghadapi peluang  ancaman masa akan datang. Jika tidak, penerapan AEC 2015 mendatang kemungkinanan besar akan membawa efek negatif bagi tenaga professional Indonesia dan serbuan produk Asean lainnya. Gambaran pesimisnya adalah jangan sampai Indonesia hanya bisa mengusai level buruh, sementara level manajerial didominasi oleh tenaga-tenaga kerja asing dan produk asing yang lebih berkualitas berdaulat di negeri sendiri.Akan tetapi alangkah baiknya jika Indonesia bangun,terutama civitas akademis sebagai cendikiawan-cendikiawan Indonesia masa depan,segera mengejar ketertinggalan dan mempersempit jurang kualitas SDM, terutama di bidang pendidikan.AEC merupakan peluang untuk memperkenalkan karya dan kualitas bangsa, bukan merupakan ancaman yang perlu ditakuti dan mundur sebelum berperang . Mari bentuk karya nyata demi amanat sang pejuang!Ayo bergabung dan mengaktualisasi diri di medan global. Indonesia harus bisa!

12TuesdayMar 2013
Posted by fmeindonesia in FEB UGMUncategorized
ASEAN Economic Community 2015 atau yang akrab kita sapa AEC 2015 adalah komunitas negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang bergabung demi terwujudnya ekonomi yang terintegrasi. Banyak pihak memandang positif mengenai AEC namun tidak  sedikit yang sinis terhadap isu AEC 2015. AEC 2015 dipandang mirip dengan versi awal Eurozone.
Terlepas dari opini-opini masyarakat tentang AEC 2015, penulis ingin memaparkan sedikit mengenai sejarah pembentukan AEC. Tahun 1997, Pemuka-pemuka ASEAN berunding dalam  KTT Informal ASEAN ke-2 di Kuala Lumpur, mereka memutuskan untuk membentuk ASEAN menjadi kawasan yang stabil, sejahtera, dan kompetitif dengan pembangunan ekonomi, mengurangi kemiskinan dan disparitas sosial ekonomi antar negara di ASEAN (ASEAN Vision 2020). Selanjutnya, pada KTT ASEAN ke-9, tahun 2003 di Bali, forum ketua ASEAN bertemu kembali dan mendeklarasikan  Bali Concord II yang didalamnya termuat pembentukan AEC. AEC adalah realisasi dari tujuan akhir ekonomi terintegrasi sebagai garis besar ASEAN Vision 2020. Pada KTT ini juga ditambahkan lagi dua pilar yang menjadi pertimbangan ASEAN Community, yaituASEAN Security Community dan ASEAN Socio-Cultural Community. Sedangkan  KTT ke-12 yang berlangsung Januari 2007 menghasilkan komitmen untuk mempercepat terwujudnya  ASEAN Vision 2020 dengan  pembentukan ASEAN Community 2015. Pemimpin ASEAN setuju untuk mempercepat AEC pada tahun 2015 dan membentuk ASEAN menjadi region dengan  free movement of goods, services, investment, skilled labour, and freer flow of capital.
Para petinggi negara memandang bahwa pengintegrasian ekonomi melalui AEC 2015 penting bagi pertumbuhan ekonomi Asia terkhususnya ASEAN. Dengan sistem Free flow of goods, ASEAN, sebagai komunitas ekonomi terintegrasi, dapat menjadi pasar penyedia faktor produksi bagi Negara di seluruh dunia. Sehingga kedepan, pasar modal ASEAN dapat menjadi tujuan penanaman modal global.
ASEAN Free Trade Area (AFTA) yang telah berjalan, sudah meningkatkan pertumbuhan ekonomi ASEAN dengan kebijakan bebas tariff  (zero tarrifs), bagaimanapun   free flow of goods tidak hanya memerlukan bebas tarif tetapi juga bebas non-tariff barriers (lisensi impor dan ekspor, pembatasan perdagangan, pembatasan embargo). Melalui AEC 2015,  free flow of goodsakan dimaksimalkan dengan peraturan bebas tarif dan bebas non-tariffs barriers.
Seberapa siap Indonesia menghadapi AEC 2015?  Jika konteks AEC 2015 adalahcapital flow, service flow, dan labor flow. Indonesia sudah siap tentunya. Indonesia sudah mengalami capital flow, service flow, dan labor flow sejak tahun 1980-an, dimana banyak perusahaan mutinasional yang berdiri di Indonesia. Perusahaan multinasional ini memiliki modal dan tenaga kerja yang berasal dari berbagai negara. Perjanjian perdagangan internasional juga telah Indonesia jalani. Misalnya ACFTA. Sejak berlakunya ACFTA, pertumbuhan ekonominya Indonesia terbukti stabil dikisaran  6,1 persen (2010); 6,5 persen (2011); dan 6,1 persen ( 2012). Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2011 tumbuh sebesar 6,5 persen dibandingkan dengan tahun 2010.
Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2012 terjadi pada semua sektor ekonomi, dengan pertumbuhan tertinggi di Sektor Pengangkutan dan Komunikasi 10,7 persen dan terendah di Sektor Pertambangan dan Penggalian 1,4 persen. Sementara PDB (tidak termasuk migas) tahun 2011 tumbuh 6,9 persen. Dengan adanya perdagangan bebas, industri Indonesia meningkat. Lapangan pekerjaan menjadi lebih luas sehingga mengurangi pengangguran.
Grafik Jumlah Angkatan Kerja, Penduduk yang Bekerja, dan Penganggur 2010–2012
 (juta orang)

Sumber: Laporan Bulanan Data Sosial ekonomi. Katalog BPS: 9199017
Edisi 24, mei 2012
Meskipun Indonesia mampu menjaga pertumbuhan ekonominya di angka 6%, ada beberapa hal perlu diantisipasi  dengan adanya AEC 2015 ini. Kita mulai dari  Elimination of Non-Tariff Barriers dan  Single Window. Tujuan dibentuknya AEC 2015 semata-mata untuk mengakomodasi kepentingan negara-negara di kawasan ASEAN, sedangkan perdagangan yang terjadi antara Negara anggota ASEAN saat ini, masih belum efektif dengan adanya non- tariff barriers.Maka ASEAN perlu menerapkan peraturan bebas non-tariff barriers.
 Selain itu, memaksimalkan pertumbuhan ekonomi ASEAN juga dilakukan melalui kebijakan Single WindowSingle Window adalah standarisasi dari proses dan prosedur perdagangan yang meliputi  pengintegrasian data dan informasi perdagangan sehingga mengurangi waktu dan biaya dalam bertransaksi. Melalui AEC 2015, kompetisi dan efisiensi dalam perdagangan meningkatkan. Produk dan tenaga kerja asing akan lebih fleksibel masuk ke tiap negara anggota ASEAN.
Data BPS, 6 Februari 2012, mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tertinggi adalah sektor Pengangkutan dan Komunikasi (10,7 persen). Sektor industri yang bercokol di tingkat bawahnya adalah industri Perdagangan, Hotel, dan Restoran (9,2 persen). Sedangkan sektor indusri Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan  adalah yang terendah ( 3 persen).  Data dari BPS tersebut menandakan bahwa Industri Indonesia masih bersifat padat modal (belum padat karya).
Sedangkan dari sisi tenaga kerjanya sendiri, tenaga kerja di Indonesia berjumlah 109 juta jiwa dan sebanyak 54,2 juta lulusan SD (Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, 2011). Jadi bayangkan rendahnya kualitas tenaga kerja kita. Masyarakat Indonesia masih sedikit yang bekerja sebagai tenaga ahli Industri diberbagai sektor tersebut.
Antisipasi terhadap AEC 2015 sangat diperlukan, terutama di bidang pengembangan SDM, mengingat Elimination of Non-Tariff Barriers dan Single Window mengakibatkan tenaga kerja dari luar negeri akan lebih mudah bermigrasi ke Indonesia. Mereka (tenaga kerja asing) yang memiliki keahlian di atas keahlian SDM Indonesia, tentu akan mendapat  pekerjaan di perusahaan yang ada di Indonesia. Sulit bagi  kita bersaing dengan tenaga kerja asing jika kita tidak memiliki skill yang memadahi. Akibatnya pengangguran meningkat.  Disamping itu, Elimination of Non-Tariff Barriers dan Single Window  juga membawa dampak pada UMKM. Banjir produk impor yang lebih murah dan berkualitas baik, akan menggeser usaha UMKM. Di saat seperti inilah kualitas produk dengan harga terjangkau  sangat bermain untuk mengambil hati konsumen.
Perdagangan yang akan kita jalani adalah perdagangan yang sangat selektif dan kompetitif. Peraturan pemerintah mengenai perlindungan produk dalam negeri saja tidak cukup jika tidak diimbangi dengan peningkatkan SDM. Dengan peningkatan kualitas SDM, kita dapat bertahan dalam perdagangan ini. Peningkatan SDM berpengaruh terhadap peningkatan nilai jual produk, maupun nilai jual tenaga kerja.
Posted by fmeindonesia in FEB UGM, Uncategorized
 Leave a Comment
Indonesia boleh saja berbangga dengan pertumbuhan ekonomi yang terbilang stabil di beberapa tahun terakhir. Pertumbuhan ekonomi yang cenderung stabil bahkan berkembang  di tengah krisis global adalah sebuah prestasi tersendiri bagi Indonesia. Ditambah lagi dengan perkembangan status ekonomi masyarakat kelas menengah ke atas yang tergolong pesat.  Namun tantangan global terus mengiringi perjalanan Indonesia menuju negara maju. Wujud nyata tantangan tersebut dimulai dari ruang lingkup regional. ASEAN Economic Community (AEC) 2015 akan menjadi tantangan sekaligus peluang Indonesia dalam waktu dekat. Tantangan tentu saja tidak bisa dihadapi tanpa adanya persiapan dan kekuatan yang matang dari segenap sektor yang dipengaruhi oleh era kebebasan perdagangan ini. Pertanyaannya adalah, seberapa “siapkah” Indonesia dalam menghadapi AEC 2015?
ASEAN Economis Community merupakan salah satu bentuk Free Trade Area(FTA) dan berlokasi di kawasan Asia Tenggara. AEC ini terintegrasi lewat kerja sama ekonomi regional yang diharapkan mampu memberikan akses yang lebih mudah, tidak terkecuali perdagangan. Indonesia adalah market yang cukup besar bagi produsen-produsen suatu produk menawarkan barangnya. Banyak produsen luar negeri beranggapan Indonesia menjadi salah satu sasaran pemasaran yang paling menguntungkan dibandingkan negara-negara berkembang lainnya. Dengan diterapkannya blueprint perdagangan tanpa batas yang diramal terjadi di tahun 2015 mendatang tentunya Indonesia memiliki peluang sekaligus tantangan dalam hal perdagangan internasional. Tarif yang hampir 80% menggunakan zero percent tentunya akan mempermudah Indonesia memasuki pangsa pasar bahan baku dari negara tetangga, mengingat tidak semua bahan baku ada di Indonesia. Keadaan ini akan memicu persaingan yang lebih kompetitif baik dalam lingkup domestik maupun internasional. Disamping itu, nama Indonesia yang dikenal sebagai market potensial dengan jumlah penduduk yang besar diharapkan mampu menarik para investor luar negeri yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia. Tentu saja di sini pemerintah mempunyai peranan penting dalam mengatur kebijakan terhadap para investor agar tidak saja mencari keuntungan, tetapi mampu meningkatkan tingkat perekonomian Indonesia. Jika pemerintah tidak melakukan analisis terhadap permasalahan tesebut, beberapa sektor industri akan mengalami titik kelemahan ketika FTA benar-benar diimplementasikan. Negara-negara di ASEAN yang dikenal sebagai komoditi ekspor berbasis sumber daya alam terbesar di Asia juga menjadikan peluang dalam persaingan pasar produksi dengan surplus pada neraca transaksi. Konsentrasi perdagangan ke luar ASEAN memang mengalami penurunan sejak tahun 1993 dari 80% menjadi sekitar 73% pada akhir tahun 2008. Keadaan ini berbanding terbalik dengan perdagangan intra-ASEAN yang meningkat dari 19% menjadi 26% di tahun yang sama. Indonesia yang menjadi salah satu pemain penting dalam percaturan dagang di ASEAN memiliki presentase impor yang tidak berimbang dengan ekspor baik dalam lingkup intra-ASEAN maupun ke luar ASEAN. Keadaan ini harus dipahami oleh pemerintah sehingga nantinya terdapat solusi sebelum perdagangan bebas mendominasi pangsa pasar.
Tantangan muncul ketika peluang menghadirkan berbagai resiko di dalamnya. Tantangan yang harus dihadapi Indonesia menghadapi perdagangan bebas tidak hanya berada pada permasalahan dometik, tetapi di dalam lingkup internasional khususnya kawasan Asia Tenggara. Kinerja ekspor menunjukkan Indonesia berada pada peringkat ke-4 di kawasan ASEAN di bawah Singapura, Malaysia, dan Thailand di akhir tahun 2008. Di samping itu kinerja impor juga tidak menunjukkan kekuatan Indonesia sebagai negara penghasil bahan baku dengan berada pada peringkat ke-3 di bawah Singapura dan Malaysia di tahun yang sama. Apabila kondisi daya saing tidak segera diperbaiki, defisit terhadap negara-negara tersebut akan semakin membesar dan menjadi ancaman yang sangat serius bagi perekonomian Indonesia. Keadaan ini sebenarnya bisa diperbaiki dengan memperbaiki produk-produk yang akan diproduksi. Produk-produk yang diciptakan oleh negara-negara ASEAN selama ini menunjukkan kesamaan yang akan berakibat pada persaingan yang cenderung monoton.Indonesia harus secara teliti melihat keadaan ini sebagai peluang atau tantangan, melihat negara ini memiliki sumber daya alam yang lebih dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya.
Indonesia dalam KTT ASEAN ke-21 di Phnom Penh tahun 2012, ditunjuk sebagai motor penggerak dalam mengintegrasikan kekuatan Asia Tenggara di dunia global. Bersama-sama dengan Singapura dan Thailand, Indonesia berada di baris terdepan dalam mengimplementasikan konsep-konsep yang telah disepakati. Keadaan ini diperkuat dengan optimisme Menteri Perdagangan RI Gita Wiryawan yang menyebutkan bahwa AEC ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri dan pendapatan per kapita. Dengan konsep Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) diharapkan mampu meningkatkan posisi tawar dalam perekonomian global bersaing dengan blok-blok integrasi lainnya di luar Asia. Tentunya peluang ini harus dimaksimalkan oleh seluruh negara ASEAN dengan persiapan di semua sektor. Tujuan utama dari 10 negara ini adalah tingkat perekonomian yang merata di samping mendapatkan kemudahan akses ekonomi regional. Melihat keadaan memang tidak selalu seperti yang diharapkan. Persaingan yang terlalu kompetitf memicu kesenjangan ekonomi antar negara. Singapura misalnya, negara dengan pendapatan per kapita tertinggi di ASEAN ini tentunya tidak bisa dibandingkan bahkan disamaratakan dengan negara-neara berkembang di kawasan Asia Tenggara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang harus teliti dan cermat dalam “kebebasan” ini. Peluang dan tantangan harus dianalisis, ditanggapi, dan diimplementasikan secara konseptual sehingga nantinya Indonesia tidak hanya menjadi marketbagi para investor luar saja, melainkan mampu mengendalikan pasar internasional.




Signifikansi adanya AEC bagi Kawasan Asia Tenggara dan Indonesia pada khususnya


Perkembangan situasi global telah menuju kearah yang stabil dan kondusif terutama terhadap berbagai bentuk kerjasama antar negara-negara. Perkembangan diluar dan didalam kawasan Asia Tenggara juga mendorong negara-negara yang tergabung dalam ASEAN berupaya memanfaatkan momentun tersebut untuk lebih banyak mengembangkan diri dan juga kawasan secara umum.

Kerjasama bidang ekonomi pun terus digalang oleh negara-negara anggota ASEAN dan juga turut menyosialisasikan rencana ASEAN Economic Community di masing-masing negara tersebut. ASEAN Economic Community sendiri memiliki potensi yang besar bagi perkembangan negara-negara anggota dan juga kawasan dalam bidang ekonomi. Asean Economic Community berusaha untuk membentuk suatu integrasi ekonomi berupa pasar tunggal berbasis produksi (single market dan production-based) diantara negara-negara ASEAN dengan menghapuskan berbagai hambatan dalam perdagangan sehingga kemudian mampu untuk bersaing satu sama lain. Selain itu, ASEAN Economic Community dapat mendorong meningkatnya kualitas mekanisme perdagangan di ASEAN serta mampu untuk memperlancar arus barang, sumberdaya manusia dan juga memberikan kebebasan bagi para pelaku bisnis untuk memperluas usahanya hingga melintas batas negara.

ASEAN Ecocomic Community dalam upayanya untuk meningkatkan kerjasama ekonomi negara-negara ASEAN berlandaskan pada 5 pilar utama seperti kebebasan arus barang, kebebasan arus modal, kebebasan arus jasa, kebebasan investasi, kebebasan arus SDM. Berlandaskan pada pilar-pilar tersebut maka diupayakan agar tujuan single market dapat tercapai melalui penghapusan berbagai hambatan baik tarif maupun non-tarif dan sepenuhnya bebas. Selain itu, juga menekankan akan National Single Window yang memungkinkan efektifitas dalam perdagangan dengan basis informasi yang jelas pada masing-masing negara serta ditambah lagi dengan adanya standarisasi dan regulasi perdagangan sehingga menjadi lebih kompetitif.

Para investor pun akan lebih mudah dalam berinvestasi di kawasan ASEAN dimana akan terdapat proteksi bagi para investor dan investasi mereka melalui kesepakatan-kesepakatan yang komprehensif dan juga dibentuk suatu regulasi terkait dengan sektor investasi sehingga dapat lebih transparan. 

Kebebasan dalam berinvestasi dan jaminan yang baik terhadapnya maka diharapkan akan meningkatkan posisi tawar ASEAN sebagai kawasan yang kondusif bagi investasi berkelanjutan. Investasi merupakan salah satu elemen penting bagi perkembangan ekonomi di kawasan Asia Tenggara yang anggota-anggotanya masih berstatus negara berkembang. Arus modal pun dijamin kebebasannya dengan ketentuan yang dapat menguntungkan negara-negara ASEAN. AEC juga memberikan fasilitas penyaluran SDM yang memadai diikuti dengan standarisasi SDM yang berkualitas. Sehingga kemudian berbasis pada pilar-pilar tersebut maka langkah-langkah AEC akan lebih jelas dan terarah dan berdampak pada peningkatan sektor ekonomi kawasan yang signifikan dan dapat bersaing dengan kawasan lainnya.

Indonesia sebagai salah satu pilar ASEAN tentunya juga tidak ingin kehilangan momentum terbentuknya AEC ini sebagai bentuk partisipasi aktifnya dalam perkonomian regional dan dunia. Dalam pernyataannya Menteri Perdagangan Indonesia Marie Eka Pangestu menyatakan bahwa Indonesia siap untuk melaksanakan AEC di tahun 2015 . Di dalam Regional Asia Tenggara, Indonesia dipercaya bersama lima negara lain untuk sama-sama menargetkan negaranya siap melaksanakan AEC, sedangkan 4 negara lain yang tergabung dalam AEC baru bisa menargetkan negaranya mengimplementasikan single market AEC baru pada tahun 2020. Hal tersebut diimplementasikan dengan disepakatinya blueprint ASEAN Economic Community di tahun 2015. Blue print tersebut merupakan wujud kesiapan dan langkah awal Indonesia dalam menyepakati terwujudnya single market ASEAN. Dalam cetak biru tersebut, disepakati 12 sektor yang menjadi prioritas yaitu sektor industri, penerbangan, peralatan kesehatan, produk kayu, garmen, dan pariwisata . 

Setelah menyepakati cetak biru tersebut, pemerintah Indonesia pada tahun 2008 bersama negara ASEAN lain membentuk ASEAN single window yang harus diaplikasikan kepada semua negara ASEAN. Dengan penggunaan single window diharapkan agar proses keluar masuk atau Export-Import barang akan lebih cepat dan menghemat proses birokrasi. Dan baru-baru ini pada tahun 2010, Indonesia dan negara-negara ASEAN lain menyepakati untuk mengurangi secara drastis atas hambatan transportasi terutama transportasi udara, sistem kesehatan, dan sektor turisme.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar